Jumat, 29 Mei 2015

Konsumsi kita, rusaknya lingkungan kita



Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 12 Desember 2014 kita dikejutkan dengan bencana longsor yang melanda kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Tentu, kita semua turut berduka, aliran dana bantuan dan donasi mengalir ke pusat-pusat bencana. Harapannya, semoga mereka bisa cepat bangun dari keterpurukan dan optimis menghadapi masa depan. Berdasarkan harian Kompas tertanggal 20 Desember 2014  ketua BNPB menuturkan bahwa akibat longsor Tak kurang dari 93 jenazah telah diketemukan. Pun demikian, BNPB dibantu dengan tim SAR dan relawan menetapkan tanggap darurat bencana dan melakukan pencarian korban hingga tanggal 4 Januari 2015. 

Banyak upaya yang dilakukan untuk penanganan bencana. Untuk mencegah bencana susulan di masa depan, maka diwacanakan juga untuk mengadakan relokasi sesuai rekomendasi dari Badan Geologi, yakni di Desa Karangtengah dan Desa Ambal. Kepala Pusat data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan beberapa penyebab bencana longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan Karangkobar kabupaten Banjarnegara. Diantaranya adalah daerah rawan longsor, hujan deras yang mengguyur lokasi, susunan materi tanah yang terdiri atas endapan vulkanik tua dan tingkat elevasi/ kemiringan lereng yang curam. Selain itu, faktor ulah manusia juga besar berpengaruh budidaya pertanian yang tidak mengindahkan konservasi, tiadanya terasering dan pengaruh tanaman di atas bukit yang merupakan tumbuhan semusim jenis palawija yang kurang menyerap air hujan. 

Tulisan Galau Tidak Fokus



Manusia adalah makhluk yang diberikan akal, hati dan pikiran. Maka tak heran, jika perubahan adalah ciri khas manusia. Manusia menghendaki sesuatu yang baru, yang memudahkannya dalam menghadapi situasi dunia yang dihadapinya. Pun demikian halnya dengan kakak ku, Nuryanto. 

Dia seseorang yang kuhormati, yang memilih untuk kuliah, demi menggapai pendidikan yang dicitakannya. Menolak diberi motor 1 dan sapi satu untuk modal nya menempuh dunia selepas SMA. Masih terngiang saat dulu, bapak ku memberinya pilihan, dikira, kakak ku akan memilih bekerja selepas SMA, seperti teman-temannya yang lain. Dan, aku saat itu menemani prosesnya, mencuci motor bapak yang supra fit ke kali, dan di jual ke BS motor, toko motor bekas di desaku untuk biaya daftar ulang yang pertama kali. Dijualnya motor itu, menandai satu dunia yang mudah bagiku, menjadi lebih sulit lagi. Karena, mungkin  aku dulu lumayan bisa hedonis, karena ada 3 motor, yang satu dipakai bapakku, yang satu dipakai masku, yang satunya lagi sering nganggur, dan akulah yang sering memakai, emak kadang-kadang saja. 

Masa yang lebih sulit bagiku, karena aku tak punya pilihan lain selain sepeda yang menjadi alat transportasi menuju sekolah dan main. Apalagi, kepercayaan bapak terhadapku menjadi sangat kecil jika naik motor mengingat aku pernah jatuh dari motor hingga daguku perlu di jahit sebanyak 3 jahitan. 

Dilema Kurikulum Kita



Insan yang bergelut dan pemerhati pendidikan, pasti sudah tak asing dengan  permendikbud no 159 tahun 2014 yang berisikan tentang evaluasi kurikulum yang berlaku dalam dunia pendidikan di tanah air. Intisari dari permendikbud tersebut adalah penghentian sementara kurikulum 2013 dan kembali ke kembali ke kurikulum 2006 atau KTSP.  Permendikbud ini adalah Kebijakan dari menteri pendidikan dasar dan menengah yang baru di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, yakni Anies Baswedan.

Kebijakan tersebut  tidak habis menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Termasuk juga dari menteri pendidikan era sebelumnya yang menggagas kurikulum 2013. Terlepas dari pro dan kontra yang berkembang di media, hendaknya kita mengambil segi positifnya dan menilik kembali hakikat pendidikan. Mengutip pendapat Emha Ainun Nadjib yang menyatakan bahwa kunci pendidikan hanya ada dua yakni guru dan murid . jika keduanya beres maka persoalan bangsa juga beres. 

Marie:Menjelajahi setiap musim untuk bisa bersua dengan sahabat lama



Ini adalah cerrita yang kuharap bisa menginspirasi teman-teman. Aku beroleh kesempatan untuk mengenal dia. Dia bernama Marie, usia 28 tahun seorang berkewarganegaraan Jerman dan sedang studi di Austria. Teman-teman pasti tak asing dengan negara Jerman yang menjadi pelabuhan hati pak Habibie dalam mencari ilmu dalam kelas doktoralnya. Kalian pun pernah mendengar kata Austria, terutama bagi pecinta novel karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dengan buku 99 Cahaya di Langit Eropa. Di Austria lah, mas Rangga beroleh kesempatan untuk mencicipi manis dan getirnya berkuliah doktoral di University of Vienna yang kelak nanti menjadi jalan untuk pasangan suami istri itu menjejaki jejak-jejak peradaban Islam di dataran Eropa dan Turki.

Kelompok Sosial