Ternyata aku setahun yang lalu pernah sefrontal ini. Ditulis pada tanggal 27 Mei 2016, tersimpan di laptop, unpublish dan sekarang baru kuposting. Dulu aku pernah segila dan seblak-blak an ini. Ternyata dalam setahun aku bisa merubah pola pikir dari yang cenderung skeptis dan sekarang aku bisa berpendapat yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya.
Berikut tulisanku setahun lalu, tanpa edit. Besok aku akan membuat refleksi tentang puasa dengan pengetahuanku yang sekarang.
Selamat
menunggu tanda mulai berpuasa...
Berikut tulisanku setahun lalu, tanpa edit. Besok aku akan membuat refleksi tentang puasa dengan pengetahuanku yang sekarang.
Puasa, Lapar dan Kebiasaan
Beberapa
hari yang lalu, hp saya ramai sekali. Banyak pesan masuk di grup wa tentang
malam nisfu sya’ban. Orang-orang meminta
maaf atas kesalahan sebelum bulan Ramadhan datang. Euforia minta maaf sebelum
malam nisfu sya’ban ini ada setelah saya punya hp. Pas zaman SMA sewaktu belum
punya hp, saya dan lingkungan perkawanan biasa saja tanpa maaf-maafan sebelum
ramadhan.
Tinggal
menghitung jari, Bulan Ramadhan dimana kewajiban berpuasa bagi muslim akan
segera tiba. Ada juga nih teman-teman yang sangat bersemangat nyetatus di media
sosial Marhaban Ya Ramadhan. Iya, euforia nyetatus di sosial media. Senang
sekali sepertinya.
Bagi
saya yang suka makan namun tetap kurus (mungkin karena cacingan), sudah sangat
biasa melihat orang nyetatus seperti itu. Tapi buat saya pribadi sebenarnya
Bulan Ramadhan membuat saya cemas.
Yang
saya cemaskan adalah tentu saja tidak
bisa makan dan minum dengan leluasa. Apalagi perut saya yang seperti perut
karet, jam 8 pagi saja sudah krucuk-krucuk. Sungguh puasa sangat mencemaskan
hati dan pikiran saya karena saya tidak bisa makan seharian.
Mbok
ya orang-orang itu jujur saja kalau lapar itu mencemaskan.
Ya,
kita tahu semua kalau hakikat puasa adalah untuk mengekang hawa nafsu.
Mengekang bukan berarti menghilangkan. Jadi saya sangat suka sekali waktu
magrib di bulan Ramadhan. Tenggelamnya matahari dan langit kemerahan di ufuk
barat adalah favorit saya. karena tiba waktu berbuka dan saya bisa makan, tentu
makan sepuasnya, bukan secukupnya.
Kadang
saya mempertanyakan kegembiraan orang-orang menyambut bulan Ramadhan dan ibadah
puasa di dalamnya. Benar-benar karena mereka suka berpuasa atau karena demi
eksistensi status media sosial saja.
Karena
apa?
Angka
inflasi dan harga kebutuhan pokok yang naik setiap menjelang Ramadhan adalah
koentji analisa. Naiknya harga bahan pokok adalah imbas dari permintaan
konsumen yang tinggi.
Ini
tidak bisa dipungkiri. Banyak rumah tangga yang sehari-hari makan lauk tahu
tempe atau ikan asin, tapi saat bulan Ramadhan menambah menu dengan daging
sapi, kolak, es buah, semangka dan lain sebagainya.
“Tak
apalah boros dikit, kan puasa, kan siang enggak makan, nanti lemes kalau
makannya enggak banyak dan bergizi”. Banyak nih ibu-ibu ataupun embak-embak
anak kosan yang prinsipnya seperti ini.
Fenomena
sosial media bulan puasa yang lalu juga menarik. Ada Raditya Dika yang posting
foto cendol di akun twitternya. “Stop Liatin Foto Cendol” begitu tulisnya kala
hari pertama bulan Ramadhan. Wooo, jadi trending topic gaes.
Belum
lagi dengan iklan sirup, mie, shampoo, dan lain sebagainya. Sekarang saja yang
belum masuk bulan Ramadhan, sudah banyak bertebaran. Ada yang menggunakan
timing buka puasa. Ada juga iklan yang ujug-ujug sudah lebaran. Sungguh meriah
sekali puasa kita.
Ibadah
berpuasa adalah ibadah yang hanya Tuhan saja yang tahu pahalanya. Usahlah
bermanis kata di sosial media. Karena kadang kita berpuasa tapi saat waktu
berbuka tiba kita kalap makan apa saja di meja.
Teman-teman
hambok plis. Jangan ngebak-ngebak i wall sosmed dengan postingan euforia macam
itu. Puasa mbok ayo sekalian instropeksi diri. Bermanis-manis dengan Tuhan,
beribadah tekun pada-Nya, tanpa digembor-gemborin di sosial media. Apalagi
share menu buka puasa. Oh no please. Aku bisa iri.
Karena
harusnya nih. Puasa mengajarkan kita bagaimana rasa jadi orang tidak berpunya,
yang untuk makan saja susah tiada terkira. Tahu sedihnya orang yang lapar. Puasa
mengajarkan kita kerja keras, karena waktu produktif bisa lebih panjang dari
sebelumnya. Waktu bukan hanya untuk ngorok atau sosmed an saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar