Hari
minggu. Aku bahkan belum keluar sedetik pun dari kos hari ini. Jam 14.37. hujan
turun lumayan deras di luar. Hari ini hari ketiga, dari hujan abu Gunung Kelud
yang besar melanda berbagai kota. Termasuk juga Solo. Alhamdulillah, sekarang
hujan, seperti biasa lagi. Mungkin ini hikmah hujan abu, hujan air yang selalu
kita lihat sudah jadi barang biasa. kita tak pernah mensyukurinya. Sekarang
harus bersyukur dong, bisa membersihkan abu yang menempel di genteng dan
jalanan kota. Subhanallah, Allah memang Maha Kuasa, tanpa kuasa Allah lewat
hujan, kapan kita menghirup udara bersih bebas debu lagi? Kapan kita akan
membersihkan genteng-genteng dari debu?. Pasti sulit ya. Maka dari itu, kita
harus bersyukur pada Allah.
Kini
hujan. Dan aku di kos, bertahan dikos di kamarku yang bocor. Padahal kamar lain
enggak. Memilih kamar kos, suatu keberuntungan mungkin. Tapi di sisi lain
menuntut aku dan mbak nurul untuk lebih sabar dan sabar lagi. Mbak nurul adalah
teman sekamar ku. Anak ilmu dan teknologi pangan angkatan 2012, jadi semester 4.
Aku
mengetik ini, diselingi dengan memeras kain yang menahan air hujan yang masuk
kamarku. Di dinding aku melihat ada tujuh air terjun kecil. Air membentuk garis
lurus, seperti wataknya air mencari tempat yang lebih rendah. Aku tak tahu apa
yang terjadi di balik eternit kamarku, yang jelas kalau dilihat dari sini,
eternit itu masih utuh, apa mungkin bocor di atasnya ya? Entahlah aku pun tak
tahu.
Aku
sudah lapor pada pihak yang berwajib, dalam hal ini adalah mbak Nurul Hidayah,
atau yang akrab kami sapa dengan mbak Enha. Mbak Enha adalah ketua kos. Disini
kami hidup mandiri dalam binaan mbak kos, tidak tinggal serumah dengan ibu kos.
Jadi tidak bisa langsung protes. Sabar tunggu sampai waktunya. Mbak Enha
menyuruh aku mengambil langkah praktis, ambil ember, taruh kain di bawah
rembesan, kalau sudah mulai basah, air diperas di ember. Sementara ini hanya
itu yang bisa aku lakukan.
Beberapa
hari yang lalu, mbak Nurul ngajakin beli cat penahan bocor, Aquaproof atau apa
lah namanya itu. Tapi melihat posisi rembesannya yang membasahi dinding, bisa
jadi kan lubangnya besar. Posisinya sulit dicat. Pastinya sulit juga mengecat
kamar. Ini sudah masuk semester baru pula, tugas-tugas akan semakin banyak.
Hingga kami tak sempat untuk mengecat. Tak sempat mengecat? Tunggu dulu, Emang
bisa to? Wah itu juga patut dipertanyakan. Hehehe. Hingga akhirnya rencana itu
terlupakan.
Hidup
dalam tholabul ilmi kuliah butuh perjuangan yang tidak mudah ya... Allah
menakdirkan aku disini. Berteman dengan kamar bocor, berbagi suka duka dengan
teman-teman. Tapi enaknya aku jadi punya banyak teman akrab sekos, kami selalu
saling membantu. Bagai keluarga sendiri.
Aku
teringat rumah, pak’e dan mak’e. Di rumah kalau hujan juga bocor sih. Tapi tak
sampai membuatku agak nelangsa kayak gini. Di rumah, lantainya tanah, jadi
tanpa harus ditampung airnya. Tapi kalau disini kan pakai tegel, jadi air gak
bisa langsung meresap ke tanah. Alhasil, harus ditampung.
Aku
inget mbak Nina. Kalau aku kuliah di Unej Jember pasti aku tidak mengalami hal
ini. Tidak-tidak, aku harus fokus dan bersyukur. Allah sudah menentukan
takdirku disini, jadi inilah yang terbaik di sisi Allah. Jadi aku juga harus memberikan respons
positif terhadap takdir Allah dengan do
my best!!! Aku suatu saat akan ke Unej Jember, yakin, InsyaAllah... untuk
menengok mbak Nina sekeluarga. Semoga aja Allah memberikan kesempatan dan
kemudahan, supaya liburan semester dua nanti aku bisa main ke Jember. Aamiiin.
February,
16th 2014
Dari
kamar juangku tercinta,
diuji
dengan air yang masuk tanpa permisi :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar