Ini adalah cerrita yang kuharap bisa
menginspirasi teman-teman. Aku beroleh kesempatan untuk mengenal dia. Dia
bernama Marie, usia 28 tahun seorang berkewarganegaraan Jerman dan sedang studi
di Austria. Teman-teman pasti tak asing dengan negara Jerman yang menjadi
pelabuhan hati pak Habibie dalam mencari ilmu dalam kelas doktoralnya. Kalian
pun pernah mendengar kata Austria, terutama bagi pecinta novel karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra dengan buku 99 Cahaya di Langit Eropa. Di
Austria lah, mas Rangga beroleh kesempatan untuk mencicipi manis dan getirnya
berkuliah doktoral di University of Vienna yang kelak nanti menjadi jalan untuk
pasangan suami istri itu menjejaki jejak-jejak peradaban Islam di dataran Eropa
dan Turki.
Dia
tinggi semampai. Dengan tinggi sekitar 163 cm. Ukuran yang tidak terlalu
jangkung untuk seorang wanita bule. Saat pertemuan pertama yang difasilitasi
oleh dosen, Pak Nurhadi, dia terlihat antusias dan bersemangat. Bersama Uun,
Nuris, Imel, Tri Wir dan Vikri, kami diminta oleh dosen untuk menjadi “teman”
marie. Kami pun dengan riang memperkenalkan diri. Dia juga memperkenalkan diri
dengan antusias. Awalnya, aku tidak terlalu memahami apa yang dia katakan,
kuping butuh adaptasi kan? Lama-kelamaan bisa paham.
Dia
berambut pirang panjang dan bermata biru. Cara berjalannya tegap menyiratkan
optimisme diri yang dibangun untuk menghadapi dunia baru yang akan
disinggahinya. Marie tinggal di Indonesia, di Solo untuk mendalami riset
thesisnya tentang disaster management and tourism. Dia mengambil di Karanganyar Surakarta.
Tak
terasa sudah tiga bulan berlalu. dia
sudah kembali ke negaranya, dan aku sekarang merindukannya. Marie.., kuharap
Tuhan mendengar doaku malam ini. Aku ingin menjumpamu di negaramu sana. Melihat
indahnya Sungai Danube, Sungai Linz, Bukit Kahlenberg dan tentunya museum yang
banyak bertebaran disana. Sungai Linz yang pernah membuat banjir itu seperti
apa rupanya. Apakah sungai linz, seperti bengawan solo kah?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar