Manusia adalah makhluk
yang diberikan akal, hati dan pikiran. Maka tak heran, jika perubahan adalah
ciri khas manusia. Manusia menghendaki sesuatu yang baru, yang memudahkannya
dalam menghadapi situasi dunia yang dihadapinya. Pun demikian halnya dengan kakak
ku, Nuryanto.
Dia seseorang yang
kuhormati, yang memilih untuk kuliah, demi menggapai pendidikan yang
dicitakannya. Menolak diberi motor 1 dan sapi satu untuk modal nya menempuh
dunia selepas SMA. Masih terngiang saat dulu, bapak ku memberinya pilihan,
dikira, kakak ku akan memilih bekerja selepas SMA, seperti teman-temannya yang
lain. Dan, aku saat itu menemani prosesnya, mencuci motor bapak yang supra fit
ke kali, dan di jual ke BS motor, toko motor bekas di desaku untuk biaya daftar
ulang yang pertama kali. Dijualnya motor itu, menandai satu dunia yang mudah
bagiku, menjadi lebih sulit lagi. Karena, mungkin aku dulu lumayan bisa hedonis, karena ada 3
motor, yang satu dipakai bapakku, yang satu dipakai masku, yang satunya lagi
sering nganggur, dan akulah yang sering memakai, emak kadang-kadang saja.
Masa yang lebih sulit
bagiku, karena aku tak punya pilihan lain selain sepeda yang menjadi alat
transportasi menuju sekolah dan main. Apalagi, kepercayaan bapak terhadapku
menjadi sangat kecil jika naik motor mengingat aku pernah jatuh dari motor
hingga daguku perlu di jahit sebanyak 3 jahitan.
Dan mas nur, begitu aku
akrab memanggil kakak ku itu, sekarang mungkin sudah berubah haluan. Bukan cita
meraih pendidikan yang menjadi fokus utamanya, melainkan cinta. Huuuft,
tidakkah dia pernah dengar tentang cinta yang akan mengejarnya saat dia sudah
mencapai cita? Lagi-lagi setiap orang punya prosesnya masing-masing. Aku di
solo selama 1,5 tahun ini tak membersamainya lagi menjalani kehidupannya. Yang
jelas, selama aku pergi dia bekerja lebih keras membantu orang tua. Ikut
nraktor, mencangkul, memanjat pohon mangga untuk dijual lagi, ngarit damen,
ngaret suket, dan pekerjaan rutinnya saat dirumah adalah ngombeni sapi.
Sedangkan aku di kos? Tidak ada seorang pun yang berani menyuruhku. Kecuali
mbak kos yang meminta aku nguras jeding atau kegiatan yang mudah lainnya.
Mungkin kesibukan
membantu orang tua yang membuatnya agak keteteran dalam studi. IP pertamanya
yang 3,85 yang nyaris sempurna, bahkan lebih baik dari IP pertama ku, menjadi
bukti bahwa dia tidak menyia-nyiakan kesempatan dari bapak. Namun, lambat laun
IP nya dia makin turun, hingga sekarang. Saat bapakku memberi nasihat bagi
kakakku, kenapa IP nya bisa turun, bahkan sekarang dia molor lulus, tercatat
sudah 4,5 tahun masih di almamaternya IKIP PGRI Madiun. Dia hanya menjawab :
saat harus konsul dosen, dia harus di sawah membantu orang tua. Percayalah, dia
adalah orang yang sangat tidak tega, melihat ornag lain menderita dan dia
berpangku tangan menunggu dosen, yang sok sibuk dan sering memphp mahasiswa dan
saat bersamaan melihat bapak sibuk bermandi peluh di sawah.
Saat dia dibandingkan
dengan teman beda desa yang dikenal bapak, yang seangkatan dengan mas ku, dan
dia sudah lulus, mas ku sering emnjawab : dia enak, penggeane mung tenguk2 nang ngarep kantor prodi, gek cak
wedok, gampang di ladeni dosen. Lak cah lanang angel pak, gek aku yo kudu
ngewangi pak’e”
Bapakku sebagai pemilik
saham terbesar dalam biaya studi mas nur, jelas merasa tidak terima dengan penjelasan
mas nur seperti itu. “aku wani rekoso, ben uripmu luih mulyo dibandingno aku”.
Masih terngiang jelas, bapak yang sudah sejak kecil bekerja untuk kehidupan,
yang senantiasa membanting tulang, terlihat lebih tua dibanding usia
sebenarnya, 42 tahun.
Beliau yang dikhianati
keadaan, terlahir sebagai anak janda miskin yang kurang diterima oleh kebebalan
masyarakat tradisional pada zamannya. Tumbuh menjadi anak yang suka berkelahi
walaupun badannya kecil dan cungkring.
Yang hanya lulusan MI, madrasah Ibtidaiyah, yang saat teman-temannya
melanjutkan ke MTs, dia malah berangkat ke pelaminan. Nikah muda. Di usianya
yang belia, sudah memilih untuk menjadi imam dan pemimpin keluarga. jika pada
zaman dulu, banyak orang yang nikah muda, dan usia laki-laki yang lebih tua,
dengan beraninya bapak melawan tradisi itu. Dia menikahi wanita yang lebih tua
setahun daripadanya. Ibuku tercinta.
Dan, dari kedua orang
tua, dengan sama-sama berlatar belakang broken home, yang hanya mempunyai satu
visi misi, untuk membuka lembaran baru yang lebih indah untuk anak cucunya.
Itlah mereka, dengan bangga kusebut mereka sebagai keluargaku.
Kadang aku merasa aku
masih jauh dari harapan mereka. Dan kadang, saat aku sowan ke rumah pak
nurhadi, dimana disana ada banyak buku, aku sering berandai, alangkah enaknya
jadi anak pak nurhadi, atau ayah yang lebih berpendidikan atau yang pecinta
buku, pasti hidupku akan lebih baik. Sebab aku sangat menyukai buku, aku bisa
baca buku tiap hari, punya pengetahuan dan mungkin bisa menjadi seorang penulis
yang menginspirasi banyak orang.
Tapi aku yakin, tiap
orang punya kisahnya sendiri. Dan aku sebagai seorang anak dari orang tuaku
yang hanya sekolah MI, amat sangat bangga pada mereka. Yang telah menunjukkan
aku dunia yang baru, yang tidak semua ornag bisa dapatkan, dunia universitas,
dnegan segala intrik, dengan ghiroh keilmuannya, dengan segala
pernak-perniknya. Dunia yang tidak pernah dijamah oleh orang tuaku. Dunia
pendidikan yang sudah mereka tinggalkan, berpuluh tahun silam, saat mereka
bahkan tidak bisa sisi, atau membersihkan lendir pilek id hidung mereka. Saat
harapan mereka untuk bersekolah, terbentur oleh dinding bernama kemiskinan dan
ketidakberdayaan.
Mengenai buku, aku akan
membuat sejarahku sendiri. Aku tidak pernah menyalahkan orang tua yang tidak
hobi baca. Aku yang akan mengoleksi buku, walau dengan resiko, aku harus
memperketat jadwal makanku. Tidak berlebihan, namun tetap harus menjaga
kesehatan. Aku harus banyak berhemat, untuk bisa punyA buku.
Ah.. kembali ke kakak
ku. Ceritanya hari ini dia main atau bahasa anak mudanya ngapel ke rumah
pacarnya (mungkin). Yang sering kali aku dengar, walau aku tak pernah bertemu
dengan dia. Dia adalah salah satu murid di sekoalh tempat masku ppl. Ah,...
entahlah. Sebenarnya, aku kurang yakin dnegan kakakku. Mengingat dia pun belum
lulus, hello... dua-duanya belum lulus. Masku yang tinggal ngerjain skripsi,
kok sampai belum selesai?
Yang jadi pertanyaanku
adalah,skripsi nya dia belum rampung, kok udah berani pacaran? Ahh entahlah.
Aku tak tahu. Yang jelas, dunia ini diliputi dengan banyak perubahan, mungkin waktu yang sudah merubah masku.
22 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar