Hujan
terjadi malam ini. Merubah banyak hal. Hujan menyapu di tengah teori bahwa ini
musim kemarau. Debu yang beterbangan hingga malam hari di depan lapak, tersapu
oleh air yang tercurah dari langit. Hujan yang tiba-tiba datang, di bulan
syawal, 4 Agustus 2015. Hujan datang di Desaku yang sedang musim nikahan,
banyak suara sound menggelegar dengan aneka lagu, yang melambangkan sukacita
dua insan yang disatukan dalam mahligai pernikahan. Jalan desa yang sudah
teraspal mulus, dilalui oleh motor-motor yang kelabakan menghindari air yang
semakin lama semakin deras. Sebagian besar pengendara memakai baju batik dan
dandanan cantik untuk menghadiri resepsi nikahan. Kasihan.
Aku
disini. Di lapak semangka yang menjadi ladang usaha bapak dan keluarga. di
pinggir jalan utama desa. Didekat pusat keramaian sekolah dasar, dekat lapangan
dan juga dekat masjid. kebetulan malam ini yang jaga adalah aku dan kakakku.
Bapak dan ibu jagong menghadiri resepsi pernikahan setelah tadi sore kami
bercengkrama bareng di lapak semangka. Kami ada disini, belajar berdagang semangka
sejak bulan puasa tahun ini. Lumayan untuk menambah pengalaman dan kemampuan
mengelola usaha. Mengingat dagangan diberikan terlebih dahulu oleh pemilik, dan
kami tinggal menyetorkan uang modal padanya. Nyaris tanpa biaya yang besar
untuk membuka lapak ini, kami mengeluarkan biaya untuk beli bambu penyangga
lapak, tali rafia dan kresek untuk pembungkus semangka dan tentunya 8 tikar dan
satu terpal untuk menjaga semangka dari sengat matahari.
Malam
ini hujan turun. Tak biasanya. Dan tentu bukan hal yang baik untuk pedagang
semangka amatiran seperti aku dan keluargaku. Karena suasana dingin yang
dihembuskan oleh hujan menyebabkan dahaga manusia menjadi tak terlalu terasa.
Tak terlalu berhasrat mengkonsumsi buah semangka yang banyak airnya.
Bukan itu kerisauan terbesarku. Bukan. Yang kurisaukan malam ini adalah terpal yang sudah usang. Yang dibeli bertahun-tahun yang lalu, yang warnanya berubah dari orange menjadi kuning dan bolong-bolong di beberapa tempat. Saat hujan menerpa, tetesan air hujan menimpa dan jatuh pada semangka.
Lalu
aku dan mas nur meminggirkan semangka dari atap terpal yang bocor. Aku
menyadari bahwa hujan tak bisa disalahkan telah datang di malam ini, namun atap
terpal yang bocor di lapak, membuat hatiku nelangsa. Kupandangi tiap tetesan
air hujan yang jatuh menimpa jerami karena semangka sudah kupindahkan di tempat
yang kering.
Hujan
selalu membuatku merasa nelangsa. Kata orang hujan hanyalah 10 % air dan 90 %
adalah kenangan. Bukan itu. aku tak ada pengalaman yang mengharukan untuk
dikenang pada saat hujan. Dan aku nelangsa karena hujan malam ini, lebih kepada
ketakmampuan keluarga kami mengganti terpal dengan yang lebih baik. Uang Bapak
lebih diprioritaskan pada hal-hal yang dianggap penting, mbecek pada saat
resepsi, uang kos untukku, uang modal beli arang, uang kuliah mas nur dan biaya
hidup sehari-hari.
Aku
juga nelangsa melihat hujan pada saat dirumah. Banyak genteng yang melorot dari
tempatnya, beberapa genteng yang pecah di atas rumah. Pada saat hujan,
senantiasa bocor tiap tahun. rumahku
termasuk di daerah yang landai dan tanahnya rendah. Yang kusyukuri adalah
rumahku jarang terkena banjir. Rumahku walau seperti apapun bentuknya, masih
bisa digunakan untuk berteduh keluarga kami. Dari panasnya matahari dinginnya
hujan dan angin malam.
Percakapan
bapak dan ibu tadi pagi, membahas tentang lek pur. Seorang yang sawahnya
berdekatan dengan sawah bapak yang membangun rumahnya. Lek pur menyiapkan 100
juta untuk membangun rumahnya, ia mengumpulkan tabungannya sejak dari waktu
yang lama.
Sedangkan,
bapak dan ibu, tidak bisa mengikuti tren membangun rumah dengan batu bata yang
menjulang megah. Beliau tentu punya keinginan untuk membangun rumah seperti tetangga,
tapi beliau lebih memfokuskan membiayai kuliah kami berdua, aku dan kakakku. Membiarkan
rumah berdinding blabak yang bolong
disana-sini. Membiarkan rumah beratap genteng tipis yang bolong ataupun kerap
melorot dari tempatnya. Membiarkan lantai tanah tetap pada tempatnya.
Aku
memiliki tanggung jawab moral pada kedua orang tuaku. Aku hendak cepat lulus
dan semoga Allah memberikan tempat untuk bekerja yang bisa membawa berkah dan
kebahagiaan untukku dan keluarga. membangunkan mereka rumah sesuai harapan
mereka yang mungkin sulit mereka wujudkan sendiri. Menjadi anak yang
membaktikan diri untuk orang tua yang telah susah payah membesarkan, mendidik,
dan juga membiayai sekolahku dari kecil hingga tingkat universitas.
Tapi
bapakku selalu bilang, kejar cita-cita setinggi langit. Jika setelah lulus S1,
aku ingin lanjut S2 beliau mengizinkan dan mendukung. Beliau selalu menghendaki
kesuksesan untuk anak-anaknya. Dunia akademisi memang menjadi impianku, menjadi
dosen yang bisa senantiasa mengupdate ilmu pengetahuan terbaru, menjadi manusia
yang tidak buta peta terhadap arus pemikiran dan informasi. Membagi ilmu kepada
pemuda-pemuda yang mempunyai minat pada ilmu pengetahuan.
Bismillah..
yang harus kulakukan adalah fokus belajar menjadi pribadi yang lebih baik.
Untuk semester 5 kedepan, resolusi ku adalah kuliah sungguh-sungguh, bukan
untuk mengejar IPK, tapi untuk menggali ilmu pengetahuan, mewujudkan mimpi
menjadi dosen atau guru, belajar menulis baik fiksi maupun nonfiksi, mencoba
untuk kerja paruh waktu dan amal sholih
lainnya. Sementara di rumah, aku bantu jualan semangka untuk membayar biaya
kosku yang semakin lama semakin mahal saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar