disini
adalah tempat yang leluasa bagiku untuk menuliskan apa saja. Jadi tak
seorangpun bisa melarang aku untuk menuliskan gagasanku. aku ingin bercerita
tentang politik di salah satu UKM (Unit Kegiatan Madrasah Seni Religius di MA.
Fatwa Alim Tulung. Sebatas yang kutahu. UKM
SR adalah semacam UKM kesenian dalam musik gambus, dilengkapi dengan divisi
lain seperti Qosidah, Sholawat, MC, Khot dan Qiro’ah. UKM ini juga melayani
tawaran hiburan untuk warga yang hajatan baik pernikahan maupun sunatan.
Masalah
aku kerucutkan pada
setahun silam. Dan data kudapat dari stalking status tokoh-tokoh
kenamaan di jajaran madrasah dan juga dari grup yang aku join di dalamnya.
Selain itu, data juga dari berinteraksi dengan kakakku yang ‘pernah’ duduk di
kursi panas menjadi ketua umum SR periode 2014.
Tahun
2014 kemarin bermakna special bagi SR. karena merayakan satu decade
kelahirannya (10 tahun). Angka yang istimewa ya. Namun, masalah yang dihadapi
pun juga istimewa. Supaya urut dan sesuai kronologi, aku lebih banyak menggunakan
data berdasarkan ingatan mas nur. Dan, menggunakan pendekatan keuangan.
Mengenai uang, siapa sih yang tidak tertarik untuk mendengarkan.
Awal
periode kepemimpinannya di awal tahun 2014, SR mempunyai saldo sekitar 1,5
juta. Warisan dari ketum sebelumnya, mas mail. Angka yang sangat
mengkhawatirkan ya, untuk grup yang bereksistensi di dunia jasa bidang
entertainment yang cukup kesohor di kabupaten madiun. Mengenai kemashyuran SR Cek
saja di official websitenya.
Dan
untuk check dan balance, bisa mewawancarai eks bendum periode 2014, intan yang
tahun ini duduk di bangku kelas 3, angkatannya lita dan hasan. Sekarang sudah lulus.
Karena bulan-bulan awal, belum memasuki bulan hajatan dan kondangan, untuk
sementara waktu tidak ada pemasukan. Sedangkan bulan 4, SR mengadakan Harlah
dan ada undangan menghadiri pesta perkawinan salah satu anggota SR Malang.
karena
roda organisasi harus berjalan, asap dapur harus mengepul, tak peduli ada
undangan ada atau tidak, tak peduli ada pemasukan atau tidak. Habislah saldo SR
yang kesohor itu. Bahkan sampai minus. Mas nur sebagai ketum, menjadi sasaran
pengurus dan anggota untuk berkeluh kesah. “mas kapase entek.”, “mas, senare
pedot, jaluk ganti”, “mas detergen e entek”, “mas kene lesu”, “mas, bensin”.
Yah,
itulah belanja harian SR sebagai organisasi music di bidang dakwah. Dan
menengok kas yang kembang kempis, belum ada undangan, si ketua yang masih
menjadi mahasiswa di IKIP PGRI semester 9 ini turutlah prihatin. Beragam
pekerjaan asal halal dia lakoni. Bahkan skripsweet dia tinggalkan demi sang
“istri” bernama SR. kerja nraktor di sawah bareng bapaknya, atau membantu
ngobrok saat musim mangga, atau kerja macul di sawah dia lakoni. Saat dia
mendapatkan uang saku dari orang tua, tak tanggung-tanggung semua dikasihkan untuk
mencukupi kebutuhan organisasi tercinta.
Dia
adalah tipe pemimpin yang tidak tahan dengan rengekan malang anggotanya. Ah,
aku jadi teringat mengenai kisah Khalifah Umar yang tidak pernah merasakan
enaknya makanan, selalu makan roti kasar, karena selalu mendahulukan rakyatnya.
Dia tak ingin melihat rakyatnya kelaparan, sedangkan dia makan enak dan
kenyang. Pada suatu masa, Amirul mukminin menyamar dan meronda keliling
madinah. Melihat ada keluarga kecil yang kelaparan, dia sendiri yang memanggul
bahan makanan dari gudang penyimpanan ke rumah keluarga itu. Saat ada petugas
yang berusaha menggantikan khalifah memanggul karung, malah di hardiknya.
“apakah kamu masih mau memanggul karung ? dan menggantikan azab Allah bagi
pemimpin yang tidak peduli rakyatnya di neraka kelak? Maka biarkanlah aku
memanggul karung ini sendiri.”
Maka,
karena yang dia bisa pada saat itu adalah pekerjaan kasar seperti nraktor di
sawah, ngobrok mangga dan macul yang kesemuanya adalah outdoor, dia tidak bisa
aktif membersamai SR saat latihan rutin dan undangan. tapi bagaimanapun juga,
yang dia lakukan, uangnya, penghasilannya adalah untuk membantu SR secara
financial yang pada awal-awal memang berkekurangan.
Bahkan,
dia pernah cerita. Suatu kali hasan dan temannya akan menyebar undangan atau
apalah, aktivitas SR. dia meminta uang bensin kepada masku. Dan saat itu dia
tak punya uang sepeserpun. Dia akhirnya memberanikan diri untuk berhutang pada
ibuku. Beruntunglah SR pada masa krisis punya suami seperti mas nur.
Dan,
benarlah kata kartini jika habis gelap pasti ada terang. Saat-saat tersulit
dalam hidup itu ada akhirnya. Datanglah musim kerja bagi SR. musim hajatan,
musim kondangan. Dari situ SR dapat penghasilan. Alhamdulillah. Niat yang
ikhlas dari para personil SR untuk membumikan Islam dengan dakwah bil hal
melalui music membawa keberkahan. Sedikit demi sedikit kas SR semakin
terkumpul. Pengurus dengan mas nur sebagai ketumnya, berusaha hidup hemat
supaya SR tidak mengalami saldo minus lagi. Cukup sekali itu saja. Pengalaman
pahit itu jangan sampai terulang.
Sepuluh
tahun memang bukan usia yang singkat untuk satu organisasi nirlaba dan
nonprofit semacam SR. Adalah satu keajaiban SR masih bisa eksis dan kokoh.
Tentu dibarengi dengan niat ikhlas dari para personilnya, para founding father
dan para sesepuh untuk mengabdi pada Allah SWT . namun dinamika organisasi, dialektika
pemikiran dan sikut-menyikut kepentingan tetap tak terhindarkan. Bagaimanapun,
SR mempunyai bargaining position yang yahud bagi siapapun.
Tahun
2014, tercatat satu borok besar nyeprot. Ada orkes baru sempalan SR. pendirinya
adalah anggota-anggota SR. karena dianggap meresahkan dan bisa menjatuhkan
pasaran SR yang asli diambillah langkah tegas. tercatat, 3 anggota dikeluarkan.
Ini versi pemerintah, uppss… versi birokrasi pokoknya.
Mas
nur sebagai ketum berusaha menjadi pihak yang netral dan melihat masalah secara
jernih. Namun hal itu dicurigai oleh pihak yang berkuasa bahwa dia membela kaum
penyempal itu. Aku kurang tahu mengenai hal ini. Namun, mengenai organisasi music
sempalan ini aku mendapatkan suatu sudut pandang (angle) yang menarik dari
Agus.
Agus
menceritakan bahwa, 3 orang yang dikeluarkan itu adalah 3 orang yang sangat
berbakat dalam bidang music. Dan music sudah mengalir dalam darahnya.
Organisasi pembaharu itu didirikan supaya mereka tetap bisa berkreativitas dan
bisa memenuhi kebutuhan financial. Kenapa tidak dalam wadah SR? itu pun juga
dengan pertimbangan. Mengingat jika para senior terus merecoki SR , kapan
kaderisasi akan berjalan dengan baik? Sebagai contoh, jika senior terus yang
memegang keyboard, kapan juniornya akan belajar. Ah, aku jadi teringat teori
Malthus, yang akan sedikit kuubah menjadi begini, pertumbuhan kader organisasi
layaknya deret ukur, dan pertumbuhan alat music layaknya deret hitung. (kebalik
enggak ya?). kader SR tiap tahun akan bertambah banyak, anggota SR yang purna
sekolah di MAFA, juga akan semakin banyak. Namun, pertumbuhan mereka tidak
sebanding dengan alat music yang dibeli tiap tahunnya oleh pengurus. Ada
kesenjangan disana.
Ahh…
entahlah. Aku tidak berinteraksi secara intensif dengan mereka semua. Aku hanya
mendasarkan tulisan ini dari diskusi ringan dan pengamatan jejaring social dari
kota Solo yang jauh dari madrasah dan SR. dan aku tidak tahu bagaimana relasi
social sebenarnya yang dibangun oleh pihak madrasah, pihak guru, anggota yang
mengklaim diri “loyalis”, dan orang-orang yang dicap pembangkang itu seperti
apa.
Yang
aku sayangkan adalah, satu rapat penghakiman di rumah sahabat totok terhadap
mas nur, sekitar 3 bulan terakhir kepengurusannya. Dengan keluhan, bahwa mas
nur sebagai ketum tidak aktif dalam kinerjanya dan ada indikasi membela kaum
pembangkang. Ada konspirasi untuk menggulingkan mas nur atau istilah kerennya
kudeta. Dia diberi 3 opsi. 1. Aktif seaktif-aktifnya, dengan rajin mengikuti
latihan setiap hari dan selalu ikut undangan, 2. Jika tidak sanggup menjalani
opsi 1, Mundur dari jabatan ketum. 3. Keluar dari SR.
Satu
rapat yang menawarkan 3 opsi konyol bagiku. Harusnya satu rapat mengupayakan
memaksimalkan kinerja pengurus. Jika ada kendala, harus ada rangkulan dari
pihak-pihak yang lebih “senior”. Harus ada hearing, mendengarkan keluhan ketum.
Ajang rapat malam itu, lebih mirip pembantaian verbal terhadap seorang ketum
yang dalam posisi “sendirian”. Satu rapat yang berusaha mengkudeta kepemimpinan
di SR. dalam hati gue, enak aja, mas nur udah kerja keras, dipanggang terik
mentari sampai item bingits, setelah keuangan normal, mau didepak dengan
mudahnya. (ini ratapan hati seorang adek, jangan diambil hati).
Entah
bagaimana mas nur bisa keluar dari arena pembantaian itu. Dia tak menjelaskan
secara rinci pada
forum itu. Dan dia kutanya, apakah dia bilang bahwa dia tidak
aktif di SR, karena mencari uang yang
salah satunya adalah untuk kemaslahatan SR? dia bilang tidak. Suatu kebaikan
tak harus diumbar ke muka public. Biarlah tangan kanan memberi, tapi tangan
kiri tak boleh mengetahui.
Hasyyeeeemmm…
entahlah. Mas nur itu bego atau goblok. Kenapa dia tak mengakui yang
sebenarnya. Memberikan pembelaan yang rasional dan membuat para “senior” itu
malu tak mengetahui dan tidak membantu saat posisi keuangan SR dalam keadaan
minus.
Hah…
yang namanya kekuasaan. Setahuku adalah ibarat gula, yang manis dan mengundang
banyak semut untuk merubungnya. Mengundang banyak pihak yang ingin mencicipi
kuasa, dan bisa jadi menghalalkan segala cara. Dan, bagi pemilik kuasa, dengan
sepenuh hati akan berusaha mempertahankan kekuasaan kepunyaannya. Seperti
itulah.
Dan
sekarang, dia sudah lengser. Digantikan oleh ketum yang baru. Namanya kusensor
ya, khawatir ku kalau teman-teman memiliki prasangka yang buruk terhadap dia.
Saat
LPJ nya dalam forum RATU, mas nur bertindak aneh. Masak saat di LPJ dia
merokok? Kan aneh ya. Hal itu akan menimbulkan kesan jelek padanya, dan
memberikan kesan keren bagi yang menegurnya.
Tapi
hal itu dimaknai mas nur sebagai perlawanan terhadap system yang mapan. Dia
ingin menunjukkan bahwa dia tidak takut diintimidasi oleh “senior” yang
mengharapkan kejatuhannya. Dan, pada akhirnya LPJ nya tidak diterima alias ditolak.
Anehnya, tanpa ada rekomendasi atau syarat dari forum. Lalu apa bedanya
diterima dan ditolak? Efek malunya kali ya? Masak sebatas itu?
Catatan ini terakhir kuedit pada
tanggal 15 Maret 2015. Dan seperti halnya dengan dunia perpolitikan tanah air,
dimana kadang jadi lawan kadang jadi teman. Begitupun anggota-anggota dalam SR.
Pada saat halal bi halal yang dilaksanakan pada tahun ini, mas nur tampak
berbincang santai dengan Ketum yang sekarang. Bagi mas nur, tak perlulah
kebencian diumbar kepada banyak orang.
Dan sekarang, SR tetap eksis.
Tetap bertahan menyesuaikan diri dengan keadaan zaman. Si Hasan, yang sering
kuceritakan di awal, sudah melanjutkan ke UIN Malang, menjadi mahasiswa calon
anggota UKM SR UIN Malang. Yang jelas di Malang, Hasan tak memulai dari nol,
dia sudah banyak belajar perpolitikan dalam tubuh organisasi di SR MAFA di
Madiun.
Dan pada akhirnya, masih
terngiang dalam pikiranku,
Bahagia SR kami.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar