Suatu
hari aku diberi buah berwarna hijau tua berbentuk bulat. Si pemberi meletakkan
begitu saja di kamarku. Ia hanya mengatakan dari kejauhan kalau yang menaruh
buah itu adalah dia, dan memberikannya kepadaku.
Buah bulat berwarna hijau itu
kutimang-timang. Aku menduga si buah adalah jambu, tapi warna hijaunya terlalu tua
untuk ukuran jambu. Lalu kukira ia adalah buah alpukat, tapi alpukat kok kurang
lonjong, si buah hampir bulat sempurna.
Ada teman yang menghampiri, ia
mengatakan itu buah jeruk. Aku ngeyel, “buah jeruk kok koyok ngene,
jangan-jangan jeruk jadi-jadian”. Si teman mengatakan itu adalah jeruk baby. Nama
varian jeruk.
Ibu si kawan baru saja pulang dari
liburan di perkebunan daerah Tawangmangu. Buah ini adalah salah satu
oleh-olehnya.
Oh oke, aku bersepakat bahwa buah
itu adalah jeruk. Lalu ingin kukupas dan kumakan. Sore-sore dengan keadaan
fisik yang habis begadang dua hari
sampai jam 3 pagi, aku sangat bersemangat merasakan segarnya si jeruk. Aku berusaha
mengupasnya dengan tangan.
“eh kok ongel”, kataku. Si kawan
langsung menyarankan untuk mengambil pisau, harusnya diiris, bukan dikupas. Aku
mengiyakan, meski dalam hati nggerundel. “makan jeruk kok diiris, jangan-jangan
aku dikasih jeruk pecel. Tapi kalau jeruk pecel kok gede”.
Ambil pisau, dibelahlah si jeruk,
dan lhadala. Isinya kuning keemasan, dengan serabut putih di dalam. “lha ini
cara makannya gimana?” tanyaku kemudian. “dihisap”, kata si kawan. Dalam hati
nggundel, makan jeruk kok aneh gini.
Kuambil satu iris dan kuhisap air
jeruknya. Ternyata memang manis dan menyegarkan. Ini pengalaman pertamaku makan
buah jeruk baby. Simpulannya jangan mudah menjustifikasi sesuatu yang kita
tidak tahu. Proses mencoba itu penting untuk pengalaman asal kita bisa
selektif, tidak asal mencoba. Pertama lihat kubilang jeruk jadi-jadian,
gerundelan karena mau makan jeruk buah kok diiris dan keanehan cara memakan si
buah, semua prasangka itu hilang ketika si jeruk sudah masuk ke mulut dan lidah
merasakan sensasi segarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar