PAPER
MATERI SUICIDE EMILE DURKHEIM
MATA
KULIAH SOSIOLOGI KEPENDUDUKAN
OLEH :
NURYANTI K8413057
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
A.
BIOGRAFI
EMILE DURKHEIM
Durkheim
dilahirkan di Épinal,
Perancis,
yang terletak di Lorraine. Ia berasal
dari keluarga Yahudi Perancis yang saleh
- ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah
kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal
dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun, latar belakang Yahudinya
membentuk sosiologinya - banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama
Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.
Durkheim
adalah mahasiswa yang cepat matang. Ia masuk ke École Normale
Supérieure pada 1879.
Angkatannya adalah salah satu yang paling cemerlang pada abad ke-19
dan banyak teman sekelasnya, seperti Jean Jaurès dan Henri
Bergson kemudian menjadi tokoh besar dalam kehidupan intelektual Perancis.
Di ENS Durkheim belajar di bawah Fustel de Coulanges,
seorang pakar ilmu klasik, yang berpandangan ilmiah sosial. Pada saat yang
sama, ia membaca karya-karya Auguste
Comte dan Herbert Spencer. Jadi, Durkheim tertarik dengan
pendekatan ilmiah terhadap masyarakat sejak awal kariernya. Ini adalah konflik
pertama dari banyak konflik lainnya dengan sistem akademik
Prancis, yang tidak mempunyai kurikulum ilmu sosial
pada saat itu. Durkheim merasa ilmu-ilmu kemanusiaan
tidak menarik. Ia lulus dengan peringkat kedua terakhir dalam angkatannya
ketika ia menempuh ujian agrégation – syarat untuk posisi mengajar dalam
pengajaran umum – dalam ilmu filsafat pada 1882.
Minat
Durkheim dalam fenomena sosial juga
didorong oleh politik.
Kekalahan Perancis dalam Perang Perancis-Prusia telah memberikan
pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak
orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan
satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Perancis yang memudar di
daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis,
berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya
secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat
sikapnya sebagai seorang aktivis.
Seseorang
yang berpandangan seperti Durkheim tidak mungkin memperoleh pengangkatan
akademik yang penting di Paris, dan karena itu setelah belajar sosiologi selama setahun
di Jerman, ia
pergi ke Bordeaux
pada 1887, yang saat
itu baru saja membuka pusat pendidikan guru yang pertama di Prancis. Di sana ia
mengajar pedagogi
dan ilmu-ilmu sosial (suatu posisi baru di Prancis).
Dari posisi ini Durkheim memperbarui sistem sekolah Prancis
dan memperkenalkan studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Kembali,
kecenderungannya untuk mereduksi moralitas dan agama ke dalam fakta sosial
semata-mata membuat ia banyak dikritik.
Tahun 1890-an adalah masa
kreatif Durkheim. Pada 1893
ia menerbitkan “Pembagian
Kerja dalam Masyarakat”, pernyataan dasariahnya tentang hakikat masyarakat manusia dan perkembangannya. Pada 1895 ia menerbitkan “Aturan-aturan
Metode Sosiologis”, sebuah manifesto yang menyatakan apakah sosiologi itu dan
bagaimana ia harus dilakukan. Ia pun mendirikan Jurusan Sosiologi pertama di
Eropa di Universitas Bourdeaux.
Pada 1896 ia
menerbitkan jurnal L'Année Sociologique
untuk menerbitkan dan mempublikasikan tulisan-tulisan dari kelompok yang kian
bertambah dari mahasiswa dan rekan (ini adalah sebutan yang digunakan untuk kelompok
mahasiswa yang mengembangkan program sosiologinya). Dan akhirnya, pada 1897, ia menerbitkan “Bunuh Diri”, sebuah studi kasus
yang memberikan contoh tentang bagaimana bentuk sebuah monograf sosiologi.
Pada 1902 Durkheim akhirnya
mencapai tujuannya untuk memperoleh kedudukan terhormat di Paris ketika ia
menjadi profesor di Sorbonne.
Karena universitas-universitas
Perancis secara teknis adalah lembaga-lembaga untuk mendidik guru-guru untuk sekolah menengah, posisi
ini memberikan Durkheim pengaruh yang cukup besar – kuliah-kuliahnya wajib
diambil oleh seluruh mahasiswa. Apapun pendapat orang, pada masa setelah Peristiwa
Dreyfus, untuk mendapatkan pengangkatan politik, Durkheim memperkuat
kekuasaan kelembagaannya pada 1912 ketika ia secara permanen diberikan kursi dan mengubah namanya
menjadi kursi pendidikan dan sosiologi. Pada tahun itu pula ia menerbitkan
karya besarnya yang terakhir “Bentuk-bentuk
Elementer dari Kehidupan Keagamaan”.
Perang
Dunia I mengakibatkan pengaruh yang tragis terhadap hidup Durkheim.
Pandangan kiri
Durkheim selalu patriotik dan bukan internasionalis – ia mengusahakan bentuk
kehidupan Perancis yang sekular, rasional. Tetapi datangnya perang dan propaganda
nasionalis yang tidak terhindari yang muncul sesudah itu membuatnya sulit untuk
mempertahankan posisinya. Sementara Durkheim giat mendukung negaranya dalam
perang, rasa enggannya untuk tunduk kepada semangat nasionalis yang sederhana
(ditambah dengan latar belakang Yahudinya) membuat ia sasaran yang wajar dari golongan kanan
Perancis yang kini berkembang. Yang lebih parah lagi, generasi mahasiswa
yang telah dididik Durkheim kini dikenai wajib militer, dan banyak dari mereka
yang tewas ketika Perancis bertahan mati-matian. Akhirnya, René, anak laki-laki
Durkheim sendiri tewas dalam perang – sebuah pukulan mental yang tidak pernah
teratasi oleh Durkheim. Selain sangat terpukul emosinya, Durkheim juga terlalu
lelah bekerja, sehingga akhirnya ia terkena serangan lumpuh dan
meninggal pada 1917.
B. PEMBAHASAN ISI BUKU SUICIDE EMILE DURKHEIM
Dalam bab
Introduce, pertama-tama Durkhiem mengemukakan bahwa kata “suicide” atau bunuh
diri telah sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Definisi dari kata
bunuh diri dianggap sebagai sesuatu hal yang universal dan diketahui semua
orang, sehingga tidak ada definisi dari kata tersebut. Ini beresiko timbulnya
kesalah pahaman menurut Durkhiem[2].
Seorang ilmuan harus membuat sebuah definisi berdasarkan fakta-fakta dilapang.
Sehingga menurut Durkhiem, tugasnya kemudian adalah menentukan urutan fakta
untuk menjadi pelajaran dibawah nama/istilah “suicide” atau bunuh diri. Oleh
karena itu Durkhiem bertanya kepada keluarga dari orang yang bunuh diri,
jawaban-jawaban tersebut digabungkan dengan sesuai pada kenyataannya. Diantara sebab yang berbeda dari kematian, beberapa memiliki kekhususan
dalam mati dengan menjadi korban diri sendiri. Akibat dari tindakan yang
penulis juga derita, dan ini adalah karakteristik yang sama, dilain hal, ini
adalah karakteristik yang fundamental untuk ide biasa dari bunuh diri.
Penelusuran Durkhiem ini menciptakan sebuah definisi dari kata bunuh diri. Dia
mndefinisikan bunuh diri dengan “the term suicide is applied to any death
which is the direct or indirect result of a positive or negative act
accomplished by the victim himself”, yaitu bunuh diri diterapkan pada
setiap kematian yang langsung atau pun tidak langsung hasil dari perbuatan
positif atau negatif yang dilakukan oleh korban sendiri[3].
Namun
menurutnya kemudian, definisi ini tidak lengkap dan gagal untuk membedakan dua
macam kematian yang sangat berbeda[4].
Maksudnya adalah kematian oleh orang yang berhalusinasi, sehingga ia berada
dalam tingkat kesadaran rendah yang menjatuhkan dirinya dari jendela dan orang
yang melakukan tindakan tersebut dengan keyakinan atau dengan mengetahui
perbuatannya tersebut.
Lebih lanjut Durkheim mempertanyakan apakah fakta tentang bunuh diri
menarik bagi para Sosiolog?[5].
Karena bunuh diri selama ini dianggap sebagai tindakan individu yang
dipengaruhi oleh individu saja dan tergantung pada faktor individu semata,
sehingga berarti fenomena bunuh diri adalah miliki psikologi saja.
Dalam bab Suicide And Psychopathic States , disebutkan bahwa ada dua
macam penyebab ekstra-sosial , yaitu organik-psikis disposisi dan sifat
lingkungan fisik[6].
Durkhiem melakukan penelusuran untuk membuktikan apakah bunuh diri hanya bisa
dijelaskan dengan fakta psikologis. Dari penelusurannya terhadap tulisan
Esquirol yang menyebutkan bahwa ”bunuh diri menunjukan semua karakteristik
dari keterasingan mental”[7]. Oleh karena itu menurutnya ”haruskan
bunuh diri dianggap dalam semua kasus sebagai hasil dari keterasingan mental?”.
Sehingga dalam beberapa teori bunuh diri dianggap sebagai salah satu bagian
dari kegilaan dan bunuh diri tidak akan dilakukan oleh orang waras. Namun, ada
sanggahan terhadap pendapat itu, bahwa bunuh diri bukan karakteristik penyakit,
bunuh diri adalah hal yang berbeda.
Sehingga dari penelusuran yang ada adalah hal yang keliru jika bunuh diri
dianggap sebagai salah satu jenis atau manifestasi dari kegilaan. Pertanyaan
menarik yang menutu debat tentang bunuh diri dan kegilaan adalah “If suicide
can be shown to be a mental disease with its own characteristics and distinct
evolution, the question is settled; every suicide is a madman”[8], artinya jika bunuh diri dapat
menunjukkan penyakit mental dengan karakteristik nya dan evolusi yang berbeda,
pertanyaannya yang telah diselesaikan adalah : setiap bunuh diri dilakukan oleh
orang gila?
Namun bunuh diri dapat dianggap sebagai suatu bentuk kegilaan parsial yang
terbatas pada tindakan tunggal. Dalam terminologinya disebut dengan monomanias.
Yaitu orang yang sakit, mentalitasnya sehat secara sempurna dalam segala hak
kecuali satu hal, ia memiliki cacat tunggal. Semisal ia mencuri atau
menggunakan bahasa kasar, namun semua perbuatannya yang lain benar. Monomaniac
iartikan juga sebagai salah satu emosi ekstrem. Sehingga bunuh diri bisa
dikategorikan sebagai perbuatan monomaniac, yaitu orang yang sehat, normal dan
waras, namun melakukan satu perbuatan yang tidak masuk akal yaitu bunuh diri.
Durkheim mengutip empat jenis bunuh diri menurut Jousset dan Moreau de
Tours, yaitu :
- Maniacal Suicide atau bunuh diri gila, disebabkan oleh halusinasi atau mengingau. Seseorang yang bunuh diri dengan sebab ingin melarikan diri dari bahaya yang imajiner atau mematuhi perintah misterius dari yang diatas. Tetapi motif bunuh diri tersebut dan ragam evolusinya mencerminkan karakteristik umum penyakit dari mana ia berasal, yaitu mania.
- Melancholy Suicide, hal ini berkaitan dengan depresi yang ekstrim dan kesedihan yang berlebihan. Kesenangan tidak lagi menjadi suatu hal yang menarik, dia melihat segala sesuatu seperti awan gelap. Hidup baginya tampak membosankan atau menyakitkan. Seperti perasaan yang kronis, sehingga ide-ide bunuh diri muncul.
- Obsessive Suicide, yaitu tipe bunuh diri tanpa motif, tetapi semata-mata oleh gagasan tentang kematian, tanpa alasan jelas, telah sempurna merasuki pikiran pasien. Seseorang yang terobsesi oleh keinginan bunuh diri, meskipun secara sempurna ia tahu bahwa tidak ada alasan untuk melakukan itu.
- Impulsive or automatic suicide, tipe bunuh diri tanpa motif seperti sebelumnya, namun ide untuk bunuh diri muncul tiba-tiba dan dalam jangka waktu yang pendek. Melihat pisau atau sedang jalan-jalan di tepi jurang, menimbulkan ide bunuh diri seketika dan dilakukan pasien seketika juga tanpa dia tau apa yang telah terjadi.
Kegilaan dan bunuh diri dikemukakan Durkhiem kembali lewat data statistik
yang telah ditemukannya. Data statistik dalam tabel halaman 17 menunjukkan
bahwa perempuan lebih banyak mengalami kegilaan dibandingkan laki-laki. Namun
data statistik selanjutnya (tabel berbeda, halaman 19), menunjukkan bahwa
laki-laki lebih banyak yang melakukan bunuh diri dari pada perempuan. Perbedaan
yang ditunjukkan data statistik ini, memperkuat bahwa bunuh diri bukan bagian
atau bukan disebabkan oleh kegilaan.
Dalam bab
Suicide And Normal Psychological States-Race, Heredity, mencoba
memaparkan keterkaitan bunuh diri dengan fektor turun temurun, apakah bunuh
diri itu turun temurun? Yang berarti
seorang anak bunuh diri karena mewarisi orang tua nya yang juga bunuh diri[9]. Namun ini bisa disangkal, dengan
pemikiran bahwa bukan bunuh diri yang turun temurun tetapi sebuah gejolak
emosi, atau tempramen yang turun temurun, tempramen orang tua dapat
mempengaruhi tindakan seorang anak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa memang dalam
beberapa kasus bunuh diri muncul kembali dalam keluarga yang sama. Namun,
jangan tergesa-gesa menyimpulkan bahwa bunuh diri itu turun temurun. Dari
pengamatan disimpulkan bahwa kegilaan bisa merupakan turun temurun, oleh karena
itu orang tua yang gila melakukan tindakan bunuh diri kemudian diikuti oleh
anak-anaknya, bukan bunuh diri nya yang turun temurun melainkan kegilaannya.
Bab selanjutnya yaitu Suicide And Cosmic Factors atau Bunuh Diri dan
Faktor kosmik, menyebutkan di halaman 59 bahwa keadaan emosi seseorang mungkin
bisa menyebabkan seseorang memutuskan untuk bunuh diri, ketidak bahagiaan
kebanyakan menjadi penyebab. Namun pertanyaan selanjutnya adalah apakah musim
mempengaruhi tindakan bunuh diri? Dalam pengamatan menunjuukan bahwa suhu yang
terlalu panas menyebabkan seseorang memutuskan untuk bunuh diri. Selama
kampanye di Mesir, jumlah tentara Prancis yang bunuh diri meningkat dan
peningkatan ini disebabkan oleh kenaikan suhu. Namun variasi suhu bukan berarti
menyebabkan variasi bunuh diri. Jauh lebih banyak terjadi bunuh diri pada musim
semi daripada di musim gugur, meskipun sedikit lebih dingin di musim semi[10].
Selanjutnya mencoba membandingkan angka statistik bunuh diri menurut bulan
kejadian berlangsung, hari, dan jam kejadian. Siang hari dianggap adalah bagian
dari waktu 24 jam yang paling menguntungkan untuk bunuh diri[11]. Namun ini tidak bisa dijadikan generalisasi.
Bab berikut nya adalah Imitation atau imitasi, sebelum mencari
penyebab sosial dari bunuh diri, faktor pengaruh yang harus ditentukan karena
sangat penting untuk dikaitkan, sehubungan dengan asal fakta sosial pada
umumnya dan bunuh diri pada khususnya, faktor itu adalah imitasi[12].
Imitasi adalah fenomena psikologis murni yang jelas muncul dari kejadian
antara individu dihubungkan dengan tidak adanya ikatan sosial. Maksudnya adalah
seseorang bisa meniru orang lain tanpa ada jaringan yang mengikatnya. Sebelumnya Durkhiem mencoba mendefinisikan apa itu imitasi. Imitasi ada
saat langsung dari suatu perbuatan, repersentasi sebagaimana perbuatan
tersebut, yang sebelumnya telah dilakukan orang lain dilakukan lagi. Namun,
perilaku bunuh diri bukan lah imitasi[13]
Pada bab How
to Determine Social Caused And Social Types, yaitu cara untuk menentukan
penyebab sosial dan tipe sosial. Durkheim menyayangkan tidak adanya klasifikasi
orang normal (waras) yang melakukan bunuh diri dalam hal jenis atau
karakteristik morfologi, hampir semua data yang ditemukan tentang itu kurang.
Harus mengetahui kondisi psikologis bunuh diri pada saat tekad bunuh diri itu
terbentuk, bagaimana ia siap melakukannya, bagaimana ia akhirnya melakukannya,
apakah ia gelisah atau depresi, tenang atau emosi tinggi kah dia, cemas atau
jengkel, dan data-data lain yang diperlukan. Namun kebanyakan data tersebut ada
hanya untuk kasus bunuh diri oleh orang gila[14].
Dalam hukum, fakta bunuh diri selalu
disertai dengan motif termasuk masalah keluarga, rasa sakit fisik atau lainnya,
penyesalan, mabuk dan lain-lain[15].
Di hampir semua negara memiliki laporan statistik yang isinya tentang motif
bunuh diri seseorang.
Dalam bab Egoistic Suicide, Durkhiem pertama membuka wacana dengan
kalimat jika seseorang melempar sebuah peta bunuh diri Eropa, maka akan
terlihat bahwa dinegara-negara Katolik seperti Spanyol, Portugal, Italia, bunuh
diri sangat sedikit, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara Protestan,
seperti Prusia, Denmark. Namun dimana Protestan menjadi agama minoritas di
sebagian negara cenderung menurut angka bunuh dirinya. Lebih lanjut Durkhiem
mengemukakan satu-satunya pembeda penting antara Katolik dan Protestan adalah
bahwa Protestan jauh lebih bebas dari pada Katolik. Tidak ada pengawasan pada
penganut agama Protestan, tidak seperti Katolik yang umumnya lebih ketat.
Sedangkan mengapa kecenderungan Yahudi minim angka bunuh diri dikarenakan
perasaan solidaritas yang tidak biasa diantara mereka, setiap komunitas yang
lecil menjadi kompak, koheren masyarakat dengan perasaan yang kuat dari
kesadaran diri dan kesatuan[16].
Semua orang berpikir untuk hidup bersama, pengawasan yang konstan. Gereja
Yahudi lebih kuat persatuannya dibandingkan yang lain. Solidaritas antar orang
Yahusi besar.
Pada halaman 123, kesimpulan dari bab ini adalah mengapa bunuh diri
meningkat dengan pengetahuan? Durkheim menyebutkan bahwa bukan pengetahuan yang
menyebabkan bunuh diri, tapi manusia bunuh diri karena hilangnya kohesi dalam
agamanya. Perdebatan atau goncangan argumen antara pengetahuan dan agama,
membuat manusia terguncang.
Selanjutnya, disebutkan bahwa tentu saja orang yang menikah umumnya
memiliki fisik dan moral konstitusi yang lebih baik dibandingkan yang belum
menikah. Sehingga orang-orang yang telah menikah kecenderungan untuk melakukan
bunuh diri lebih kecil dari pada orang yang belum menikah. Dan data menunjukkan
bahwa janda lebih banyak melakukan tindakan bunuh diri dari pada orang yang
sudah menikah pada usia yang sama[17].
Namun jika ada anak kecenderungan untuk bunuh diri bagi janda justru lebih
tinggi dari pada janda yang tidak punya anak, ini berkebalikan dari duda,
umumnya duda yang memiliki anak cenderung tingkat bunuh dirinya rendah dari
pada duda yang tidak memiliki anak.
Tabel pada halaman 166 menunjukkan bahwa bunuh diri lebih banyak dilakukan
orang didaerah perkotaan dari pada di daerah pedesaan. Masyarakat di perkotaan
cenderung lebih sensitif, gangguan sosial yang besar, lebih mudah dipengaruhi,
dan lain-lain.
Bunuh diri berbanding terbalik dengan tingkat integrasi masyarakat agama,
bunuh diri berbanding terbalik dengan integrasi masyarakat domestik, dan bunuh
diri berbanding terbalik dengan tingkat integrasi masyarakat politik[18]. Kekuatan kolektif adalah salah satu
hambatan terbaik dalam menahan tindakan bunuh diri dan kalau kekuatan kolektif
ini melemah bisa memicu tindakan tersebut[19].
Ketika masyarakat sangat terintegrasi masyarakat memegang individu dibawah
kontrolnya, menganggap mereka berada dibawah pelayannanya dan hal itu bisa
membuat membuang senjata untuk bunuh diri. Individualisme berlebihan tidak
hanya satu-satunya penyebab bunuh diri, tapi memang satu dari sekian penyebab.
Sehingga bunuh diri egoistik adalah bunuh diri yang dilakukan karena
tingginya tingkat individualisme dan rendahnya ikatan sosial antar individu
dalam kelompok nya masing-masing. Kenapa orang Protestan lebih banyak melakukan
tindakan bunuh diri dikarenakan ajaran protestant lebih menekannkan pada
individualisme yang besar, iman adalah milik individu dan urusannya dengan
Tuhan semata, gereja perannya tidak terlalu besar. Orang belum menikah lebih
rentan melakukan bunuh diri karena ia merasa sendirian dan tidak ada ikatan
komunal yang menjadi penghalang untuk melakukan bunuh diri.
Altruistic Suicide, ketika orang
telah terpisah dari masyarakat, ia kurang memiliki hambatan untuk melakukan
bunuh diri dan orang melakukan bunuh diri juga ketika integrasi sosial yang
terlalu kuat[20].
Bunuh diri terjadi pada masyarakat primitif dengan karakteristik tertentu,
yaitu : (1) Bunuh diri laki-laki di ambang usia atau terserang penyakit, (2)
bunuh diri perempuan pada kematian suami, (3) bunuh diri pengikut atau hamba
atas wafatnya pemimpin mereka[21].
Bunuh diri Altruistik yaitu kematian yang dianggap sebagai tugas,
kehormatan, pengorbanan yang terpuji. Sehingga bunuh diri tipe ini justru
disebabkan oleh integrasi dalam kelompok yang terlalu kuat. Individualitas
sangat rendah sehingga yang terpenting adalah kelompok, biasanya banyak
dilakukan oleh militer.
Anomic Suicide, anomy adalah faktor yang teratur dan spesifik dalam bunuh
diri pada masyarakat modern. Bunuh diri egoistic dikarenakan hasil dari manusia
yg dalam waktu tidak lama menemukan dasar eksistensi dalam hidup, bunuh diri
altruistik dikarenakan dasar bagi eksistensi yang tampak berada diluar
kehidupan manusia itu sendiri. Dan yang ketika, yaitu bunuh diri anomic,
eksistensi baru saja ditampilkan, hasil dari aktivitas teratur manusia yang
kurang dan akibat penderitaannya[22].
Dalam anomik pengaruh masyarakat kurang dalam gairah hidup yang mendasar.
Manusia banyak kehilangan pondasi dikarenakan kekosongan norma atau aturan,
inidividu tidak siap pada perubahan kondisi, sehingga bunuh diri terjadi.
Bukan hanya angka bunuh diri yang memperlihatkan hubungan dengan integrasi
sosial seperti yang telah dipaparkan diatas, namun perubahan dalam angka
kejahatan, penyakit akibat alkohol, angka perceraian, angka sakit mental juga
memperlihatkan hubungannya dengan tingkat integrasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar