Semenjak di rumah, saya
jarang membuka facebook dan memperhatikan lini masa. Menilik beranda, ada mbak
Kalis Mardiasih yang membagikan berita bbc mengenai KDRT hingga memotong kaki
istri. Berita itu saya baca dengan seksama. Miris dan prihatin, itu yang saya
rasakan.
Kala di rumah, media
informasi saya hanya terbatas pada berita televisi. Media arus utama terutama
di televisi tidak mengangkat kasus ini secara komprehensif dan masif, masih
kalah riuh dengan headline pemberitaan politik rapat dengar pendapat pansus
angket KPK, sakitnya Setya Novanto atau ISIS atau tablet PCC.
Kasus KDRT, banyak yang
tidak dilaporkan karena dianggap tabu dan rahasia keluarga. KDRT baru menjadi
perhatian dan headline ketika sudah sangat parah merusak raga korbannya. KDRT
yang saya ingat betul adalah kasus Lisa penyiraman air keras hingga wajahnya
rusak total. Kasus ini dulu sangat sering ditayangkan, hingga proses operasi
perbaikan wajah yang diambil dari kulit punggung dilaporkan tiap step
perkembangannya. Kasus itu, hingga sekarang masih saya ingat betul. Nyatanya
ada manusia-manusia yang sedemikian dikuasai ego, hingga tega main tangan
kepada manusia lain, orang yang ia ikat dalam tali pernikahan, yang harusnya ia
kasihi dan cintai.
Perjalinan kasih suami
dan istri diibaratkan seperti halnya bahtera di lautan lepas, tour laut yang
penuh tantangan, masalah datang seperti halnya ombak, kadang berupa riak kecil,
tak jarang pula badai besar menghantam sesuai dengan musim. Semua awak kapal
harus bekerja sama, berkomunikasi dan menjalankan peran masing-masing supaya
bisa menghadapi ombak sebesar apapun.
Hal menarik dari
nasihat perkawinan Pak Yai Nur Muhammad Habibillah dalam mauidhoh hasanah
ngunduh mantu pernikahan Mas Nur dan Mbak Eka pada tanggal 5 Maret 2017. Beliau tekankan bagi mempelai laki-laki
semarah apapun, jangan sampai main tangan. Kemarin kala sowan ke ndalem beliau
di Jombang, hari Jum’at 8 September 2017. Beliau menasehati mas Nur supaya
sabar mengemong istri. Selain itu tiap temu manten yang mengundang ustadz,
rasa-rasanya wejangan melarang main tangan, selalu disampaikan sebagai
pelajaran bagi si pengantin.
Nasehat dan anjuran
kebaikan banyak bertebaran di sekitar kita, namun kadang manusia bebal untuk
melaksanakannya. Ada pula manusia yang dikuasai rasa jemawa hingga merasa paling
berkuasa.
Harusnya, tidak ada
yang merasa superior, dan tidak ada pihak yang harus menjadi inferior. Tidak
ada seorangpun yang bercita-cita dijadikan samsak laki-laki, begitupun harusnya
tidak ada laki-laki yang bercita-cita jadi jagal untuk keluarganya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar