Rabu, 13 Februari 2019

Perubahan

Kita pasti sering mendengar adanya perubahan, baik yang menuju arah positif maupun negatif. Yang positif tentu menyenangkan sanubari, tak hanya sendiri, juga untuk orang lain di sekitar yang menyayangi kita. Perubahan ke arah negatif, akan menjadi sorotan bahkan gunjingan. Semuanya menjadi realitas dalam kehidupan.

Hari ini misalnya. Ada kabar tentang promosi jabatan salah satu rekan guru yang menjadi kepala sekolah. Kabar baik, tak hanya bagi bersangkutan, tapi juga rekan sejawat turut berbahagia dan berbangga.

Beliau memang pribadi yang ulet, rajin, taat dalam beribadah dan sederet hal-hal positif lainnya. Mengagumkan. Patut dicontoh. Layak diapresiasi. Perubahan yang positif karena, dengan prestasi kerja, seseorang bisa melakukan mobilitas vertikal naik. Dari guru, dengan jabatan sebagai Wakasek kurikulum menjadi seorang kepala sekolah. Yang tentu memiliki tugas dan wewenang yang lebih besar dalam dunia pendidikan.

Perubahan di sekolah yang ditinggalkan tentu akan menyebabkan gejolak di awal. Akan ada perubahan dalam struktur organisasi sekolah, pergantian jadwal mengajar untuk mata pelajaran yang diajarkan oleh beliau dan sederet rencana yang biasa dihandle beliau membutuhkan penyesuaian-penyesuaian seperlunya. Namun saya yakin, dengan kerjasama, koordinasi dan komunikasi yang baik semua akan baik-baik saja. Bisa pula, menjadi lebih baik, karena sumber daya yang baru memiliki gagasan yang kreatif dan menunjang keberhasilan.

Semoga beliau di tempat yang baru juga menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana. Jabatan yang diemban tentu tidak seperti sebelumnya, ada hal-hal baru yang harus dihadapi. Semoga berkah untuk semuanya. Untuk beliau dan keluarga, yang memegang amanah. Juga berkah bagi kami yang akan ditinggalkan, karena akan belajar bagaimana ditinggalkan oleh seorang 'bapak' untuk bisa lebih mandiri.

Perubahan yang negatif, misalnya tentang kecenderungan penyimpangan sosial siswa dalam dunia pendidikan. Seperti yang dilakukan pelajar kelas XI  SMP Wringinanom Gresik. Siswa yang berperilaku buruk terhadap gurunya.

Sering kita dengar, adab lebih penting daripada ilmu. Seseorang yang beradab, akan bersikap tawadhu kepada orang yang menjadi lawan bicaranya, apalagi kepada orang yang lebih tua. Dalam hal ini adalah guru, yang mentransfer nilai dan ilmu kepada peserta didik. Kita harus menghormati setiap orang.

Tak apalah seorang siswa tak terlalu cemerlang dalam pelajaran, asal memiliki attitude yang baik. Anak diharapkan berperilaku sopan, karena hal itu mencerminkan kedalaman budi pekerti yang hendaknya selalu diasah dari hari ke hari.

Berita dari koran Jawa pos yang tadi saya baca, si anak sudah meminta maaf secara lisan kepada guru, dan dimaafkan. Tetapi si anak izin belum masuk sekolah. Meski ia mendapatkan sanksi dari sekolah, berupa kewajiban sholat dhuhur berjamaah selama sebulan di sekolah dan tidak telat lagi. Namun sepertinya rasa malu dan cemas dengan pandangan teman-teman membuat dia mengucilkan diri.

Semoga ia menyadari, meskipun perbuatan nya tercela, selalu ada pintu untuk memaafkan. Selalu ada jalan untuk orang yang ingin memperbaiki diri.

Semoga masalah ini cepat terselesaikan, demi cita-cita dan harapan generasi penerus yang lebih baik menyongsong Generasi Emas 2045.

Kelompok Sosial