Jumat, 29 Mei 2015

Tulisan Galau Tidak Fokus



Manusia adalah makhluk yang diberikan akal, hati dan pikiran. Maka tak heran, jika perubahan adalah ciri khas manusia. Manusia menghendaki sesuatu yang baru, yang memudahkannya dalam menghadapi situasi dunia yang dihadapinya. Pun demikian halnya dengan kakak ku, Nuryanto. 

Dia seseorang yang kuhormati, yang memilih untuk kuliah, demi menggapai pendidikan yang dicitakannya. Menolak diberi motor 1 dan sapi satu untuk modal nya menempuh dunia selepas SMA. Masih terngiang saat dulu, bapak ku memberinya pilihan, dikira, kakak ku akan memilih bekerja selepas SMA, seperti teman-temannya yang lain. Dan, aku saat itu menemani prosesnya, mencuci motor bapak yang supra fit ke kali, dan di jual ke BS motor, toko motor bekas di desaku untuk biaya daftar ulang yang pertama kali. Dijualnya motor itu, menandai satu dunia yang mudah bagiku, menjadi lebih sulit lagi. Karena, mungkin  aku dulu lumayan bisa hedonis, karena ada 3 motor, yang satu dipakai bapakku, yang satu dipakai masku, yang satunya lagi sering nganggur, dan akulah yang sering memakai, emak kadang-kadang saja. 

Masa yang lebih sulit bagiku, karena aku tak punya pilihan lain selain sepeda yang menjadi alat transportasi menuju sekolah dan main. Apalagi, kepercayaan bapak terhadapku menjadi sangat kecil jika naik motor mengingat aku pernah jatuh dari motor hingga daguku perlu di jahit sebanyak 3 jahitan. 


Dan mas nur, begitu aku akrab memanggil kakak ku itu, sekarang mungkin sudah berubah haluan. Bukan cita meraih pendidikan yang menjadi fokus utamanya, melainkan cinta. Huuuft, tidakkah dia pernah dengar tentang cinta yang akan mengejarnya saat dia sudah mencapai cita? Lagi-lagi setiap orang punya prosesnya masing-masing. Aku di solo selama 1,5 tahun ini tak membersamainya lagi menjalani kehidupannya. Yang jelas, selama aku pergi dia bekerja lebih keras membantu orang tua. Ikut nraktor, mencangkul, memanjat pohon mangga untuk dijual lagi, ngarit damen, ngaret suket, dan pekerjaan rutinnya saat dirumah adalah ngombeni sapi. Sedangkan aku di kos? Tidak ada seorang pun yang berani menyuruhku. Kecuali mbak kos yang meminta aku nguras jeding atau kegiatan yang mudah lainnya.

Mungkin kesibukan membantu orang tua yang membuatnya agak keteteran dalam studi. IP pertamanya yang 3,85 yang nyaris sempurna, bahkan lebih baik dari IP pertama ku, menjadi bukti bahwa dia tidak menyia-nyiakan kesempatan dari bapak. Namun, lambat laun IP nya dia makin turun, hingga sekarang. Saat bapakku memberi nasihat bagi kakakku, kenapa IP nya bisa turun, bahkan sekarang dia molor lulus, tercatat sudah 4,5 tahun masih di almamaternya IKIP PGRI Madiun. Dia hanya menjawab : saat harus konsul dosen, dia harus di sawah membantu orang tua. Percayalah, dia adalah orang yang sangat tidak tega, melihat ornag lain menderita dan dia berpangku tangan menunggu dosen, yang sok sibuk dan sering memphp mahasiswa dan saat bersamaan melihat bapak sibuk bermandi peluh di sawah. 

Saat dia dibandingkan dengan teman beda desa yang dikenal bapak, yang seangkatan dengan mas ku, dan dia sudah lulus, mas ku sering emnjawab : dia enak, penggeane mung  tenguk2 nang ngarep kantor prodi, gek cak wedok, gampang di ladeni dosen. Lak cah lanang angel pak, gek aku yo kudu ngewangi pak’e”

Bapakku sebagai pemilik saham terbesar dalam biaya studi mas nur, jelas merasa tidak terima dengan penjelasan mas nur seperti itu. “aku wani rekoso, ben uripmu luih mulyo dibandingno aku”. Masih terngiang jelas, bapak yang sudah sejak kecil bekerja untuk kehidupan, yang senantiasa membanting tulang, terlihat lebih tua dibanding usia sebenarnya, 42 tahun. 

Beliau yang dikhianati keadaan, terlahir sebagai anak janda miskin yang kurang diterima oleh kebebalan masyarakat tradisional pada zamannya. Tumbuh menjadi anak yang suka berkelahi walaupun  badannya kecil dan cungkring. Yang hanya lulusan MI, madrasah Ibtidaiyah, yang saat teman-temannya melanjutkan ke MTs, dia malah berangkat ke pelaminan. Nikah muda. Di usianya yang belia, sudah memilih untuk menjadi imam dan pemimpin keluarga. jika pada zaman dulu, banyak orang yang nikah muda, dan usia laki-laki yang lebih tua, dengan beraninya bapak melawan tradisi itu. Dia menikahi wanita yang lebih tua setahun daripadanya. Ibuku tercinta.

Dan, dari kedua orang tua, dengan sama-sama berlatar belakang broken home, yang hanya mempunyai satu visi misi, untuk membuka lembaran baru yang lebih indah untuk anak cucunya. Itlah mereka, dengan bangga kusebut mereka sebagai keluargaku.

Kadang aku merasa aku masih jauh dari harapan mereka. Dan kadang, saat aku sowan ke rumah pak nurhadi, dimana disana ada banyak buku, aku sering berandai, alangkah enaknya jadi anak pak nurhadi, atau ayah yang lebih berpendidikan atau yang pecinta buku, pasti hidupku akan lebih baik. Sebab aku sangat menyukai buku, aku bisa baca buku tiap hari, punya pengetahuan dan mungkin bisa menjadi seorang penulis yang menginspirasi banyak orang. 

Tapi aku yakin, tiap orang punya kisahnya sendiri. Dan aku sebagai seorang anak dari orang tuaku yang hanya sekolah MI, amat sangat bangga pada mereka. Yang telah menunjukkan aku dunia yang baru, yang tidak semua ornag bisa dapatkan, dunia universitas, dnegan segala intrik, dengan ghiroh keilmuannya, dengan segala pernak-perniknya. Dunia yang tidak pernah dijamah oleh orang tuaku. Dunia pendidikan yang sudah mereka tinggalkan, berpuluh tahun silam, saat mereka bahkan tidak bisa sisi, atau membersihkan lendir pilek id hidung mereka. Saat harapan mereka untuk bersekolah, terbentur oleh dinding bernama kemiskinan dan ketidakberdayaan.

Mengenai buku, aku akan membuat sejarahku sendiri. Aku tidak pernah menyalahkan orang tua yang tidak hobi baca. Aku yang akan mengoleksi buku, walau dengan resiko, aku harus memperketat jadwal makanku. Tidak berlebihan, namun tetap harus menjaga kesehatan. Aku harus banyak berhemat, untuk bisa punyA buku.

Ah.. kembali ke kakak ku. Ceritanya hari ini dia main atau bahasa anak mudanya ngapel ke rumah pacarnya (mungkin). Yang sering kali aku dengar, walau aku tak pernah bertemu dengan dia. Dia adalah salah satu murid di sekoalh tempat masku ppl. Ah,... entahlah. Sebenarnya, aku kurang yakin dnegan kakakku. Mengingat dia pun belum lulus, hello... dua-duanya belum lulus. Masku yang tinggal ngerjain skripsi, kok sampai belum selesai? 

Yang jadi pertanyaanku adalah,skripsi nya dia belum rampung, kok udah berani pacaran? Ahh entahlah. Aku tak tahu. Yang jelas, dunia ini diliputi dengan banyak perubahan,  mungkin waktu yang sudah merubah masku.

22 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial