Kamis, 17 September 2015

Pengemasan Ruang dalam Menonton Televisi Buku Di Depan Kotak Ajaib



Resume Subbab Arena Konsumsi
Pengemasan Ruang dalam Menonton Televisi Buku Di Depan Kotak Ajaib
Tugas Pengganti UK Mata Kuliah Antropologi Budaya


Disusun Oleh  :
Nuryanti                      K8413057


PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015

Identitas Buku :
Judul Buku      : Di Depan Kotak Ajaib
Penulis             : Kris Budiman
Sub bab           : Arena Konsumsi Pengemasan Ruang dalam  Menonton Televisi (hal 35- 55)
Resume           :

Ada keterikatan (ketergantungan) antara aktivitas konsumsi dan lingkungan fisik. Penjelasan John Ury (1995:1 & 28) menyebutkan bahwa aktivitas konsumsi menyediakan suatu konteks spasial yang didalamnya benda-benda dan jasa-jasa dapat digunakan. Ruang tidak lagi dibayangkan sebagai latar fisik semata, melainkan telah menjadi pusat-pusat konsumsi (centers of consumption). Masih menurut Urry (1995:21) kehadiran benda (televisi) di salah satu ruang di dalam rumah turut mempengaruhi hubungan-hubungan interpersonal di antara anggota-anggota keluarga. Untuk menonton acara televisi, anggota keluarga akan mendatangi sudut-sudut ruang yang didalamnya ada televisi, entah itu di ruang keluarga, ruang tamu, ruang tidur, bahkan dapur tergantung dimana televisi diletakkan. 

            Interior rumah dapat menentukan bagaimana orang menonton televisi. Faktor-faktor fisik ini mencakup ketersediaan tempat, jumlah televisi, dan penempatannya beserta benda-benda lain di ruang tertentu. Menurut Barrios (1988:60) dalam pengaturan ruang yang harus dipertimbangkan adalah faktor ketersediaan tempat, kebutuhan, nilai-nilai dan dinamika interaksi anggota-anggota keluarga. Keluarga urban memiliki persoalan dengan  ketersediaan tempat yang sempit dan terbatas.  Mereka memiliki pilihan yang terbatas dalam menentukan lokasi menaruh dan menonton televisi. Salah satu pilihan yang banyak diambil adalah menempatkan televisi di sebuah ruang yang yang menjadi pusat kegiatan. 

            Penempatan televisi juga ditentukan dari titik spasial mana televisi hendak ditonton: apakah dari atas sofa, kursi, karpet, balai-balai, atau kasur.  Dapat terjadi seseorang mengembangkan rasa memiliki yang kuat terhadap sudut atau lokasi tertentu (biasanya lokasi yang paling nyaman untuk menonton televisi). Bahkan terkadang  yang bersangkutan akan menamakan tempat itu sebagai “tempatku”, “bantalku” atau “kursiku”.

            Ajang menonton televisi menyiratkan potensi konflik tertentu. Karena ajang menonton televisi bersifat dinamis, penentuan tempat mungkin dikukuhkan dengan sebuah kesepakatan yang bersifat hierarkis mengacu pada perbedaan usia, senioritas bahkan jenis kelamin. Siapa yang lebih “memiliki” sering kali lebih berkuasa untuk menentukan penggunaan dan pengaturannya. Ruang tempat menonton televisi menjadi ajang pengelolaan kekuasaan.

            Dalam praktik menonton televisi, ada masalah mengorganisasian waktu yang menautkan aktivitas menonton televisi dengan rutinitas kehidupan sehari-hari. (Barrios, 1998:65).  Praktik menonton televisi telah mengisi dan menjadi bagian dinamika kehidupan keluarga mulai dari berbarengan dengan sarapan, bangun dari tidur siang, makan malam, dan pengisi waktu senggang.

            Berikut adalah contoh kasus dari keluarga Pak Bin dan Pak Kus yang menjadi contoh adanya kaitan antara penggunaan ruang dan penempatan televisi. Penggunaan televisi secara struktural yang merujuk kepada penggunaan televisi secara khusus untuk mengorganisasikan atau mengatur lingkungan. 

Kasus 1. Keluarga Pak Bin
Keluarga Pak Bin dideskripsikan memiliki rumah yang luas dengan ruangan yang serba besar dan luas. Televisi diletakkan di ruang tengah yang berukuran 5 x 7 m persegi. Ruang tersebut digambarkan penulis sebagai arena yang menjadi pusat bagi hampir sebagian besar aktivitas konsumsi keluarga, karena rangkap fungsi sebagai ruang keluarga, ruang makan, kadang sebagai ruang kerja dan kadang untuk menerima tamu-tamu tertentu. Televisi menjadi titik fokus arena dalam ruangan tersebut. Televisi dikelilingi oleh perabot yang bervariasi pernik cenderamata luar negeri, buku-buku, trofi, piala, handuk, foto keluarga, patung keagamaan dan barang pecah belah yang belum pernah dipakai. Perabot lain yang mengisi ruang tengah adalah meja, sebuah sofa panjang dan tiga buah kursi jok tunggal.

 

Pernah pada suatu ketika Pak Bin yang seorang pensiunan pegawai negeri melakukan perombakan pada interior rumah atas inisiatifnya sendiri dan tidak berkonsultasi dengan anggota keluarga yang lain. Semua anggota keluarganya termasuk istri dan tiga anaknya melakukan protes atas reorganisasi yang dilakukan oleh Pak Bin. Maka, Pak Bin harus mengembalikan susunan interior rumah seperti sedia kala. Kesepakatan yang telah dibangun menyangkut pengaturan ruang tampaknya sulit untuk dilanggar Pak Bin di hadapan kekuasaan penghuni rumah yang lain. 

Kasus 2. Keluarga Pak Kus
Keluarga Pak Kus tinggal di kompleks perumahan bersama istri, satu anak berusia 3 tahun dan satu pembantu rumah tangga.  Pak Kus dan keluarga yang belum memiliki rumah pribadi sendiri, belum mau menyimpan terlalu banyak perabot rumah tangga. Televisi diletakkan di ruang yang menyatu dengan ruang makan dengan ukuran 4 x 6 m persegi. Ruang tersebut juga berfungsi untuk menjadi ruang keluarga dan ruang makan. Aktivitas konsumsi keluarga Pak Kus berporos di ruang ini. 

Pak Kus menyimpan televisinya di sebuah rak yang dipesan khusus untuk itu. harapannya adalah supaya anaknya yang berusia tiga tahun tidak iseng memindah channel atau menghidup-matikan televisi. Sebelumnya televisi diletakkan di sebuah meja tulis   yang juga berfungsi sebagai meja baca Pak Kus. Keluarga Pak Kus juga mengepung pesawat televisinya dengan aneka benda pernak-pernik sebagai dekorasi. Televisi digunakan sebagai area visual display. Permukaan atas televisi dilapisi taplak kain, diatasnya ada kalender duduk, celengan plastik, patung, beberapa buah jam tangan, kancing baju atau karet gelang. Di sekitar televisi ada asbak, kaset, dan remote control. 

Keluarga Pak Kus sering mengganti display atau tampilan interior rumahnya terkhusus pada ruangan televisi. Keluarga Pak Kus menikmati tayangan televisi di atas karpet, sebuah kasur busa lusuh dan sebuah bantal besar. Bisa dikatakan  lebih dari separuh aktivitas keseharian keluarga Kus dihabiskan di atas karpet berukuran 2,5 x 3 meter persegi ini. Tidak hanya menonton televisi tapi juga aktivitas lainnya.

Pengorganisasian ruang televisi seperti yang diuraikan diatas, dalam keluarga Pak Bin dan Pak Kus, diandaikan oleh penulis seperti teater arena. Corak pengorganisasian ruang yang demikian ini tampaknya bukan merupakan sesuatu yang tipikal, yang khas kedua keluarga itu saja. Disamping itu, corak tersebut mungkin terlepas pula dari latar belakang “kelas” atau posisi sosial para pemiliknya. 

Dalam catatan kaki menurut James Lull dan Se Wen Sun (1988:204), perilaku yang tipikal ini, yakni perilaku  “menghias” area di sekeliling pesawat televisi dengan aneka objek visual, dapat menunjukkan seberapa tinggi nilai kehadiran televisi di tengah-tengah keluarga. 

Menurut pengamatan  penulis buku ini, keluarga yang berasal dari “kelas” sosial yang berbeda pun mengorganisasikan ruang televisinya dengan cara yang kurang lebih sama, yakni seperti sebuah arena, dengan televisi sebagai titik pusat orientasi visualnya. Contoh yang dipaparkan oleh penulis adalah keluarga Mbak Rima (mantan PRT penulis). Ruang tamu yang menjadi tempat untuk meletakkan televisi mengambil bentuk seperti tapal kuda. Pesawat televisi diletakkan di atas lemari yang posisinya persis di pusat, di tengah-tengah ruangan. Di sebelah kiri seperangkat meja dan  kursi tamu, di sisi kanan ada meja tempat menyetrika baju. Persis berhadapan dengan lemari, diantara meja  tamu dan meja setrika, biasanya digelar sehelai tikar apabila Mbak Rima sekeluarga menonton televisi pada sore dan malam hari. 

Kesimpulan yang diambil oleh penulis bahwa  ruang keluarga atau ruang tamu telah mengalami pengemasan ulang, meminjam judul esai Rob Shields (1992), “space for the subject of consumption”, ruang bagi subjek yang berhasrat untuk mengkonsumsi televisi. Hampir seluruh perabot dan benda-benda di dalamnya berfokus ke sekitar atau ke arah pesawat televisi. Kotak ajaib ini menjadi pusat perhatian, fokus orientasi visual penataan ruang. Keberadaan perabot-perabot dan benda-benda lain, pertama dan terutama, adalah untuk menopang kenyamanan aktivitas menonton televisi. Mengutip salah satu responden, Bu Tatik istri Pak Kus yang menyatakan bahwa meja makan dan kursi-kursinyapun seperti sengaja diletakkan dengan posisi sedemukian rupa sehingga masih bisa digunakan untuk duduk menonton televisi, meskipun terasa “sedikit kejauhan”.

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial