Minggu, 13 September 2015

Tentang Kakakku



disini adalah tempat yang leluasa bagiku untuk menuliskan apa saja. Jadi tak seorangpun bisa melarang aku untuk menuliskan gagasanku. aku ingin bercerita tentang politik di salah satu UKM (Unit Kegiatan Madrasah Seni Religius di MA. Fatwa Alim Tulung. Sebatas yang kutahu. UKM SR adalah semacam UKM kesenian dalam musik gambus, dilengkapi dengan divisi lain seperti Qosidah, Sholawat, MC, Khot dan Qiro’ah. UKM ini juga melayani tawaran hiburan untuk warga yang hajatan baik pernikahan maupun sunatan.

Masalah aku kerucutkan pada setahun silam. Dan data kudapat dari stalking status tokoh-tokoh kenamaan di jajaran madrasah dan juga dari grup yang aku join di dalamnya. Selain itu, data juga dari berinteraksi dengan kakakku yang ‘pernah’ duduk di kursi panas menjadi ketua umum SR periode 2014.

Tahun 2014 kemarin bermakna special bagi SR. karena merayakan satu decade kelahirannya (10 tahun). Angka yang istimewa ya. Namun, masalah yang dihadapi pun juga istimewa. Supaya urut dan sesuai kronologi, aku lebih banyak menggunakan data berdasarkan ingatan mas nur. Dan, menggunakan pendekatan keuangan. Mengenai uang, siapa sih yang tidak tertarik untuk mendengarkan. 


Awal periode kepemimpinannya di awal tahun 2014, SR mempunyai saldo sekitar 1,5 juta. Warisan dari ketum sebelumnya, mas mail. Angka yang sangat mengkhawatirkan ya, untuk grup yang bereksistensi di dunia jasa bidang entertainment yang cukup kesohor di kabupaten madiun. Mengenai kemashyuran SR Cek saja di official websitenya.

Dan untuk check dan balance, bisa mewawancarai eks bendum periode 2014, intan yang tahun ini duduk di bangku kelas 3, angkatannya lita dan hasan. Sekarang sudah lulus. Karena bulan-bulan awal, belum memasuki bulan hajatan dan kondangan, untuk sementara waktu tidak ada pemasukan. Sedangkan bulan 4, SR mengadakan Harlah dan ada undangan menghadiri pesta perkawinan salah satu anggota SR Malang. 

karena roda organisasi harus berjalan, asap dapur harus mengepul, tak peduli ada undangan ada atau tidak, tak peduli ada pemasukan atau tidak. Habislah saldo SR yang kesohor itu. Bahkan sampai minus. Mas nur sebagai ketum, menjadi sasaran pengurus dan anggota untuk berkeluh kesah. “mas kapase entek.”, “mas, senare pedot, jaluk ganti”, “mas detergen e entek”, “mas kene lesu”, “mas, bensin”.

Yah, itulah belanja harian SR sebagai organisasi music di bidang dakwah. Dan menengok kas yang kembang kempis, belum ada undangan, si ketua yang masih menjadi mahasiswa di IKIP PGRI semester 9 ini turutlah prihatin. Beragam pekerjaan asal halal dia lakoni. Bahkan skripsweet dia tinggalkan demi sang “istri” bernama SR. kerja nraktor di sawah bareng bapaknya, atau membantu ngobrok saat musim mangga, atau kerja macul di sawah dia lakoni. Saat dia mendapatkan uang saku dari orang tua, tak tanggung-tanggung semua dikasihkan untuk mencukupi kebutuhan organisasi tercinta. 

Dia adalah tipe pemimpin yang tidak tahan dengan rengekan malang anggotanya. Ah, aku jadi teringat mengenai kisah Khalifah Umar yang tidak pernah merasakan enaknya makanan, selalu makan roti kasar, karena selalu mendahulukan rakyatnya. Dia tak ingin melihat rakyatnya kelaparan, sedangkan dia makan enak dan kenyang. Pada suatu masa, Amirul mukminin menyamar dan meronda keliling madinah. Melihat ada keluarga kecil yang kelaparan, dia sendiri yang memanggul bahan makanan dari gudang penyimpanan ke rumah keluarga itu. Saat ada petugas yang berusaha menggantikan khalifah memanggul karung, malah di hardiknya. “apakah kamu masih mau memanggul karung ? dan menggantikan azab Allah bagi pemimpin yang tidak peduli rakyatnya di neraka kelak? Maka biarkanlah aku memanggul karung ini sendiri.”

Maka, karena yang dia bisa pada saat itu adalah pekerjaan kasar seperti nraktor di sawah, ngobrok mangga dan macul yang kesemuanya adalah outdoor, dia tidak bisa aktif membersamai SR saat latihan rutin dan undangan. tapi bagaimanapun juga, yang dia lakukan, uangnya, penghasilannya adalah untuk membantu SR secara financial yang pada awal-awal memang berkekurangan. 

Bahkan, dia pernah cerita. Suatu kali hasan dan temannya akan menyebar undangan atau apalah, aktivitas SR. dia meminta uang bensin kepada masku. Dan saat itu dia tak punya uang sepeserpun. Dia akhirnya memberanikan diri untuk berhutang pada ibuku. Beruntunglah SR pada masa krisis punya suami seperti mas nur. 

Dan, benarlah kata kartini jika habis gelap pasti ada terang. Saat-saat tersulit dalam hidup itu ada akhirnya. Datanglah musim kerja bagi SR. musim hajatan, musim kondangan. Dari situ SR dapat penghasilan. Alhamdulillah. Niat yang ikhlas dari para personil SR untuk membumikan Islam dengan dakwah bil hal melalui music membawa keberkahan. Sedikit demi sedikit kas SR semakin terkumpul. Pengurus dengan mas nur sebagai ketumnya, berusaha hidup hemat supaya SR tidak mengalami saldo minus lagi. Cukup sekali itu saja. Pengalaman pahit itu jangan sampai terulang.

Sepuluh tahun memang bukan usia yang singkat untuk satu organisasi nirlaba dan nonprofit semacam SR. Adalah satu keajaiban SR masih bisa eksis dan kokoh. Tentu dibarengi dengan niat ikhlas dari para personilnya, para founding father dan para sesepuh untuk mengabdi pada Allah SWT .  namun dinamika organisasi, dialektika pemikiran dan sikut-menyikut kepentingan tetap tak terhindarkan. Bagaimanapun, SR mempunyai bargaining position yang yahud bagi siapapun.

Tahun 2014, tercatat satu borok besar nyeprot. Ada orkes baru sempalan SR. pendirinya adalah anggota-anggota SR. karena dianggap meresahkan dan bisa menjatuhkan pasaran SR yang asli diambillah langkah tegas. tercatat, 3 anggota dikeluarkan. Ini versi pemerintah, uppss… versi birokrasi pokoknya. 

Mas nur sebagai ketum berusaha menjadi pihak yang netral dan melihat masalah secara jernih. Namun hal itu dicurigai oleh pihak yang berkuasa bahwa dia membela kaum penyempal itu. Aku kurang tahu mengenai hal ini. Namun, mengenai organisasi music sempalan ini aku mendapatkan suatu sudut pandang (angle) yang menarik dari Agus.

Agus menceritakan bahwa, 3 orang yang dikeluarkan itu adalah 3 orang yang sangat berbakat dalam bidang music. Dan music sudah mengalir dalam darahnya. Organisasi pembaharu itu didirikan supaya mereka tetap bisa berkreativitas dan bisa memenuhi kebutuhan financial. Kenapa tidak dalam wadah SR? itu pun juga dengan pertimbangan. Mengingat jika para senior terus merecoki SR , kapan kaderisasi akan berjalan dengan baik? Sebagai contoh, jika senior terus yang memegang keyboard, kapan juniornya akan belajar. Ah, aku jadi teringat teori Malthus, yang akan sedikit kuubah menjadi begini, pertumbuhan kader organisasi layaknya deret ukur, dan pertumbuhan alat music layaknya deret hitung. (kebalik enggak ya?). kader SR tiap tahun akan bertambah banyak, anggota SR yang purna sekolah di MAFA, juga akan semakin banyak. Namun, pertumbuhan mereka tidak sebanding dengan alat music yang dibeli tiap tahunnya oleh pengurus. Ada kesenjangan disana.

Ahh… entahlah. Aku tidak berinteraksi secara intensif dengan mereka semua. Aku hanya mendasarkan tulisan ini dari diskusi ringan dan pengamatan jejaring social dari kota Solo yang jauh dari madrasah dan SR. dan aku tidak tahu bagaimana relasi social sebenarnya yang dibangun oleh pihak madrasah, pihak guru, anggota yang mengklaim diri “loyalis”, dan orang-orang yang dicap pembangkang itu seperti apa. 

Yang aku sayangkan adalah, satu rapat penghakiman di rumah sahabat totok terhadap mas nur, sekitar 3 bulan terakhir kepengurusannya. Dengan keluhan, bahwa mas nur sebagai ketum tidak aktif dalam kinerjanya dan ada indikasi membela kaum pembangkang. Ada konspirasi untuk menggulingkan mas nur atau istilah kerennya kudeta. Dia diberi 3 opsi. 1. Aktif seaktif-aktifnya, dengan rajin mengikuti latihan setiap hari dan selalu ikut undangan, 2. Jika tidak sanggup menjalani opsi 1, Mundur dari jabatan ketum. 3. Keluar dari SR.

Satu rapat yang menawarkan 3 opsi konyol bagiku. Harusnya satu rapat mengupayakan memaksimalkan kinerja pengurus. Jika ada kendala, harus ada rangkulan dari pihak-pihak yang lebih “senior”. Harus ada hearing, mendengarkan keluhan ketum. Ajang rapat malam itu, lebih mirip pembantaian verbal terhadap seorang ketum yang dalam posisi “sendirian”. Satu rapat yang berusaha mengkudeta kepemimpinan di SR. dalam hati gue, enak aja, mas nur udah kerja keras, dipanggang terik mentari sampai item bingits, setelah keuangan normal, mau didepak dengan mudahnya. (ini ratapan hati seorang adek, jangan diambil hati).

Entah bagaimana mas nur bisa keluar dari arena pembantaian itu. Dia tak menjelaskan secara rinci pada forum itu. Dan dia kutanya, apakah dia bilang bahwa dia tidak aktif di SR,  karena mencari uang yang salah satunya adalah untuk kemaslahatan SR? dia bilang tidak. Suatu kebaikan tak harus diumbar ke muka public. Biarlah tangan kanan memberi, tapi tangan kiri tak boleh mengetahui.

Hasyyeeeemmm… entahlah. Mas nur itu bego atau goblok. Kenapa dia tak mengakui yang sebenarnya. Memberikan pembelaan yang rasional dan membuat para “senior” itu malu tak mengetahui dan tidak membantu saat posisi keuangan SR dalam keadaan minus. 

Hah… yang namanya kekuasaan. Setahuku adalah ibarat gula, yang manis dan mengundang banyak semut untuk merubungnya. Mengundang banyak pihak yang ingin mencicipi kuasa, dan bisa jadi menghalalkan segala cara. Dan, bagi pemilik kuasa, dengan sepenuh hati akan berusaha mempertahankan kekuasaan kepunyaannya. Seperti itulah.

Dan sekarang, dia sudah lengser. Digantikan oleh ketum yang baru. Namanya kusensor ya, khawatir ku kalau teman-teman memiliki prasangka yang buruk terhadap dia. 

Saat LPJ nya dalam forum RATU, mas nur bertindak aneh. Masak saat di LPJ dia merokok? Kan aneh ya. Hal itu akan menimbulkan kesan jelek padanya, dan memberikan kesan keren bagi yang menegurnya. 

Tapi hal itu dimaknai mas nur sebagai perlawanan terhadap system yang mapan. Dia ingin menunjukkan bahwa dia tidak takut diintimidasi oleh “senior” yang mengharapkan kejatuhannya. Dan, pada akhirnya LPJ nya tidak diterima alias ditolak. Anehnya, tanpa ada rekomendasi atau syarat dari forum. Lalu apa bedanya diterima dan ditolak? Efek malunya kali ya? Masak sebatas itu?

Catatan ini terakhir kuedit pada tanggal 15 Maret 2015. Dan seperti halnya dengan dunia perpolitikan tanah air, dimana kadang jadi lawan kadang jadi teman. Begitupun anggota-anggota dalam SR. Pada saat halal bi halal yang dilaksanakan pada tahun ini, mas nur tampak berbincang santai dengan Ketum yang sekarang. Bagi mas nur, tak perlulah kebencian diumbar kepada banyak orang. 

Dan sekarang, SR tetap eksis. Tetap bertahan menyesuaikan diri dengan keadaan zaman. Si Hasan, yang sering kuceritakan di awal, sudah melanjutkan ke UIN Malang, menjadi mahasiswa calon anggota UKM SR UIN Malang. Yang jelas di Malang, Hasan tak memulai dari nol, dia sudah banyak belajar perpolitikan dalam tubuh organisasi di SR MAFA di Madiun.

Dan pada akhirnya, masih terngiang dalam pikiranku,

Bahagia SR kami.....






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial