Senin, 09 Januari 2017

Masalah Sosial di Lingkungan Kita

            Beberapa hari yang lalu, rumah ibu mendapatkan giliran menjadi tuan rumah yasinan yang diselenggarakan oleh jamaah yasin Roudhotul Karimah. Acara berlangsung dengan khusyuk dan khidmat. Setelah acara usai, ada pengumuman dari ketua Jamaah Yasin sekaligus Ketua Ranting Muslimat NU desa Tulung. Beliau menyampaikan beberapa keresahan dan curhatan saat rapat para tokoh desa.

            Ada tiga masalah pokok yang disampaikan terkait dengan perkembangan para remaja di lingkungan tinggal kami. Masalah pertama tentang poa perilaku mendem alias mabuk-mabukan remaja putra di perbatasan pemukiman dan persawahan dekat rumah Pak Haji P. Masalah kedua yakni adalah pola perilaku remaja putri yang sering memakai hotpants atau celana syuper pendek di lingkungan tempat tinggal kami. Masalah ketiga adalah remaja berpacaran yang kadang suka keluar malam dan tanpa segan mengupload foto diri dan kekasih  di media sosial.


            Hal yang beliau sesalkan adalah kebanyakan oknum pelaku ketiga problema yang beliau ceritakan adalah pelajar di MtsN Tulung dan MA yang ada di desa kami. Masalahnya apakah mereka tidak diajar agama, adab, sopan santun atau akidah akhlaq ? tentunya mereka diajar. Beliau bahkan menuturkan ada beberapa guru Mts dan MA yang ikut dalam rapat para tokoh desa.

            Ketua Ranting Muslimat Desa Tulung menyampaikan hal ini dan meminta ibu-ibu jamaah yasin untuk melakukan langkah preventif mengawasi putra-putri masing-masing supaya tidak terjerumus pada tiga masalah yang beliau utarakan. Zaman telah berkembang dan pola pendekatan kepada anak harus dilakukan dengan intensif supaya anak tidak melakukan penyimpangan sosial.

            Sedangkan, untuk upaya represif beliau merasa tidak berdaya, karena tiap perilaku mereka adalah Hak Asasi Manusia. Misal orang tua mereka tidak menegur, kenapa beliau yang bukan siapa-siapa kok harus menegur. Yang beliau takutkan adalah malah bisa memicu cekcok dengan orang tua si anak jika tidak terima anaknya ditegur oleh orang lain. Sedangkan untuk minum minuman keras beliau tidak kuasa untuk melaporkan ke pihak berwajib karena takut nantinya akan membuat perseteruan dengan orang tua si anak.

            Mengikuti forum ibu-ibu saat yasinan membuat saya berpikiran bahwa terkadang wacana-wacana yang saya ikuti di forum grup WA terlalu luas dan cenderung berdebat kusir karena membahas hal-hal yang di luar kendali saya. Misal, ada grup yang beberapa anggotanya menunjukkan keburukan Ahok sebagai penista agama Islam, konspirasi indomaret, tokoh A, B, C antek asing dan aseng dan sebagainya. Di grup lain ada anggota  yang menshare tentang seminar pranikah yang mendorong orang agar sesegera mungkin menikah, di grup lain wacana seputar kegalauan karena status kejombloan. Ada pula grup yang membahas hal teknis perkuliahan, semisal dosen A atau B sudah hadir di kantor apa belum.

            Terkadang sebagai manusia, kita merasa penting dan perlu untuk membahas aneka permasalahan yang terjadi di tingkat nasional. Namun, hendaknya cukup pada tingkat tahu, usahlah terlalu larut dalam debat kusir yang kita tak tahu apakah orang yang kita bela atau kita benci mati-matian sesuai dengan apa yang kita prasangkakan atau tidak. Lebih afdhol kiranya jika kita melihat dan mencermati masalah yang kita lihat sehari-hari, dan kita renungkan dan diskusikan guna mencari solusi. Niscaya, energi yang kita keluarkan, juga membawa kebermanfaatan untuk orang lain.

            Ibu-ibu ini membahas masalah yang benar-benar mereka hadapi. Menyinggung tentang kebanyakan oknum pelaku adalah siswa Mts atau MA, hal ini karena sekolah agama adalah sekolah yang letaknya paling dekat dengan pemukiman warga daerah kami. Belum lagi dengan kemudahan dalam  membayar biaya pendidikan, yang bisa diutang atau ditunggak tanpa khawatir si anak akan di skors karenabelum mampu membayar. Sekolah tetap membiarkan anak tetap belajar meskipun belum membayar biaya sekolah. Bandingkan dengan sekolah setingkat SMA dan SMK di Kota Caruban yang jaraknya jauh dan tidak memberikan toleransi biaya kepada siswa.

            Seingat saya saat madrasah sekitar 10-4 tahun yang lalu, saat pelajaran akidah akhlaq yang kami pelajari bukanlah bagaimana kami selaku remaja harus bersikap di kehidupan sehari-hari. Bahasan yang diajarkan adalah bagaimana anak-anak bisa berlaku jujur, qonaah, amanah dan aneka sifat baik lainnya. Materi yang diajarkan walau belum konstekstual dengan keadaan namun sudah cukup baik pada masa itu. Siswa lebih sering belajar dengan Lembar Kerja Siswa yang berisi materi-materi yang mengajarkan kebaikan.

            Saya tidak tahu bagaimana sistem pengajaran Aqidah Akhlaq sekarang ini yang mengacu pada kurikulum 2013 dan bagaimana guru mengajarkannya. Apakah masih mengacu pada textbook atau menggunakan aneka media, metode dan pendekatan yang menyemarakkan pembelajaran.  Selain itu, saya tidak pernah tahu input siswa yang belajar di madrasah almamater saya sekarang ini. Walaupun ada anak-anak yang mencoreng nama madrasah, saya tetap bangga pernah menjadi siswa di madrasah. Kebanggaan yang saya rasakan bukanlah karena rasa inferioritas, tapi karena saya tahu persis di madrasah diajarkan banyak hikmah dan kebaikan untuk ukhrawi disamping aneka pelajaran yang menunjang kehidupan duniawi.

            Berdasar pelajaran yang saya dapat di bangku perkuliahan, untuk pendidikan anak sangat penting untuk mensinergikan 3 jenis pendidikan, yakni pendidikan informal dalam keluarga, pendidikan formal di sekolah dan pendidikan nonformal di masyarakat. Sinergi apik dari ketiganya akan mencetak anak yang cerdas tidak hanya secara intelektual, tapi juga cerdas secara spiritual dan emosi. 

            Harapan kita, tak ada lagi anak di lingkungan kita yang doyan mabuk-mabukan karena tahu akibat yang ditimbulkan oleh senyawa alkohol dalam tubuhnya. Tak ada lagi anak perempuan yang berhot pants ria di lingkungan luas karena memiliki rasa malu dan tahu efek sinar UV matahari terhadap kulit. Tak ada lagi anak di bawah umur yang berpacaran mengumbar birahi di media sosial, karena jika putus betapa sakit hati mereka rasa

. Selain tahu dampak logis perbuatannya, hendaknya para anak juga tahu bahwa Tuhan melarang perbuatan-perbuatan tertentu karena Tuhan sayang pada mereka, hambanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial