Senin, 08 Mei 2017

Kala Aku Menunggu

Pada suatu kali, aku pernah mengantarkan temanku konsul dosen BK, sekalian aku nebeng ke perpustakaan pinjam buku literatur untuk skripsian. Hampir pukul 12 kala itu. Jadi aku santai saja ketika ia masuk ke prodinya agak lama. Karena masih istirahat siang petugas perpusnya. Aku tidak bisa ikut dia, dari kos aku pakai sandal jepit.

Kenapa aku pakai sendal jepit kala itu? tidak lain tidak bukan karena kalau di perpus kita bebas berpenampilan apa saja. Perpus dipusatkan dari semua fakultas, jadi tidak dibuat aturan harus berbaju rapi dan bersepatu (seperti di fakultasku). Aku tipikal orang yang mengutamakan kenyamanan, kalau pakai sepatu, mmm. Ribet, sumuk. hehehe

Karena destinasi pertama adalah ruang prodi BK, aku menunggu di luar, tepatnya di di pinggir jalan antara gedung E dan gedung C. Tak bawa hp kala itu. tidak ada hiburan, di pinggir jalan banyak orang berseliweran. Aku ngetem disitu sering ditatap oleh orang yang lewat.




Merasa tak nyaman, aku pindah tempat. Di tempat yang tidak ada orang memandangku dengan tanda tanya, sedang apa kamu ngetem disana. Lalu dimanakah tempat yang cocok, sambil kalau si Uswa nyariin bisa menemukan aku dengan mudah.

Di seberang jalan ada vihara kampus. Tidak ada kegiatan disana. Iseng-iseng aku melongok isinya. Kosong, hanya ada matras kecil, digunakan untuk semedi mungkin ya.
Di samping vihara ada kran air, aku mencuci tangan disitu. Ruangan dikunci, jadi aku cukup melihat dari jendela kacanya saja.

Dari vihara seberang jalan aku melihat lalu lalang kendaraan, mereka semua punya kepentingan untuk berlalu-lalang seperti itu. mereka, para pemotor itu, tidak saling mengenal, tapi rame-rame di jalan, untuk mencapai tempat tujuan masing-masing. Tidak saling mengenal, tapi sama-sama memanfaatkan jalan.

Aku juga melihat pedagang jajanan yang mendorong gerobaknya, karena jalanan berupa turunan, si bapak tidak terlalu ngoyo untuk mendorongnya. Di dekat motor Uswa yang kubawa, ia berhenti sejenak. Memandang sekitar, Mungkin ada calon pelanggan yang bisa ditawari, begitu mungkin dalam pikirannya. Aku tidak membawa uang sepeserpun, jadi tidak bisa beli jajan. Lalu ia melanjutkan perjalanan.

Kulihatjuga seorang mahasiswi yang menunggu lama, berdiri di dekat jalan masuk ke gedung E, sendirian, sambil main hp cukup lama. Ternyata ia menunggu abang gojek,si abang mengira mbak costumer masih ada di dalam, dan ia menunggu di dalam. Kulihat dari ekspresi mereka berdua, mungkin seperti itu percakapannya.

Kulihat juga beberapa mas-mas yang membawa tas cukup tinggi dan berbaju hitam-hitam. Kukira mereka mau touring bersama, setelah kawan yang ditunggu telah tiba, mereka berlalu.

Ada juga satu mas-mas yang menunggu seseorang. Tak berapa lama, ada dua orang perempuan yang berboncengan berhenti di dekat si orang pertama. Perempuan yang dibelakang turun, dan naik ke boncengan orang pertama yang kuceritakan. Kukira, si mas adalah pacar mbak yang dibonceng, dan diminta menjemput. Mbak tadi mengira masnya gak bisa, jadi minta tolong temannya untuk mengantar ke kos atau ke kampus. Lalu mereka berlalu.

Kala itu aku lagi selo saja, dalam posisi menunggu, tanpa bawa hp ataupun buku. Jadi bisa mengamati orang-orang. Hanya berteman kontak motor uswa, yang bergantungan kunci berupa papan skateboard. Jadilah aku mengamati lingkungan sekitar, mikir kemana-mana. Melihat daun pohon beringin yang jatuh karena sudah kuning, angin dan gravitasi bumi. Melihat lalu lalang motor, memikirkan ternyata di alam semesta ini, aku hanya, butiran debu. Kecil, dibanding mekanisme alam semesta yang dicipta sang Kuasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial