Kamis, 17 September 2015

Mahasiswa Bidik Misi, Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi Minat Berprestasi dan Organisasi




Mahasiswa Bidik Misi, Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi Minat Berprestasi dan Organisasi
Oleh : Nuryanti
            Beasiswa Bidik misi adalah beasiswa unggulan dari pemerintah Indonesia. Dana APBN banyak dialokasikan untuk membiayai beasiswa ini. Dari tahun ke tahun jumlah penerima Beasiswa Bidik misi semakin bertambah. Beasiswa ini sejatinya dianggarkan untuk membiayai pelajar yang pintar dan mengalami kesulitan ekonomi akibat kemiskinan. Diharapkan melalui ilmu pengetahuan di perguruan tinggi bisa meningkatkan kualitas manusia Indonesia menyambut Indonesia Emas 2045 nanti. 

            Namun, banyak pihak yang menyayangkan karena beasiswa ini terkadang kurang tepat sasaran. Kurang tepat sasaran dalam artian banyak penerima yang mampu secara ekonomi tapi masih saja mendaftar beasiswa bidik misi. Belum lagi dengan perilaku hedonisme dan pola hidup hura-hura yang ditampilkan mahasiswa penerima beasiswa. Misalnya saat bidik misi turun, mereka malah beli gadget terbaru atau shopping mode pakaian terbaru. Tentu hal ini menimbulkan banyak kecemburuan di kalangan mahasiswa pada umumnya. Mahasiswa bidik misi menerima banyak keistimewaan, tidak bayar biaya studi dapat biaya hidup pula.

            Tapi saya yakin, tidak sepenuhnya beasiswa salah sasaran. Mahasiswa bidik misi ada pula yang menginsyafi bahwa ada banyak orang lain di luar sana yang lebih berhak menerima beasiswa daripada dirinya. Namun jika dilogika dengan nalar, mahasiwa bidik misi pun harus berkorban terlebih dahulu untuk bisa kuliah. Kuliah gratis yang digembor-gemborkan pemerintah, bisa dikatakan belum sepenuhnya benar. Karena uang biaya hidup tidak bisa langsung cair saat pengumuman diterima di perguruan tinggi. Mahasiswa baru tidak bisa melenggang seenaknya saja, karena harus memikirkan bagaimana mencari biaya awal studi. Seperti biaya indekos, biaya makan, uang buku di awal studi dan transportasi. Mengingat beasiswa baru turun sekitar 2-3 bulan setelah kuliah aktif. 

            Mahasiswa bidik misi saya katakan adalah mahasiswa yang memiliki niat kuat dan orang tua nekat. Karena walaupun kesulitan ekonomi melanda, mereka berjudi dengan nasib untuk kuliah. Dengan harapan ada asa untuk kehidupan yang lebih baik dengan pendidikan. Sedangkan banyak pula pelajar yang menginsyafi keadaan dan memilih bekerja daripada kuliah. Ada banyak faktor memang, orang tua  yang sudah tua bahkan pesismisme bahwa sarjana pun  bisa saja menganggur. 

            Mahasiswa bidik misi, yang dianggap hedonis maupun yang benar-benar merasai kemiskian  mereka terikat dengan beasiswa bidik misi yang dianggar dari APBN. APBN didapat dari uang rakyat melalui pajak. Dan mereka punya tanggung jawab atas pemberian dari rakyat itu.

            Marcell Mauss dalam bukunya The Gift menuturkan bahwa pada dasarnya tidak ada pemberian yang cuma-cuma. Segala bentuk pemberian selalu dibarengi dengan sesuatu pemberian kembali atau imbalan. Hal ini sejalan dengan pemikiran Malinowski dalam bukunya Aegonauts of the Western Pacific (1961). Dalam buku itu Malinowski (1961, hal 176)  memperlihatkan bahwa semua bentuk transaksi berada dalam suatu garis hubungan yang berkesinambungan yang di satu kutub pemberian itu bercorak murni, tanpa tuntutan imbalan, dan di kutub lainnya bercorak pemberian yang harus diimbali. 

            Universitas Sebelas Maret adalah salah satu kampus unggulan yang ramah dengan rakyat kecil dan mahasiswa miskin. Terbukti dengan jumlah kuota bidik misi yang besar. Berdasarkan SK Rektor nomor 746/UN27/KM/2013 Tahun 2013 saja kuota sebanyak  1.320 mahasiswa dengan perincian 1.220 mahasiswa dari APBN dan 100 mahasiswa dari APBNP. Dan bisa jadi, untuk angkatan 2014 jumlah penerima lebih besar lagi. Namun, permasalahan ketepatan sasaran dan mahasiswa penerima bidik misi yang hedonis juga menghinggapi kampus kita tercinta ini.

            Hal ini banyak dikeluhkan oleh mahasiswa umum. Sebenarnya,  mahasiswa penerima bidik misi mempunyai tanggung jawab lebih terhadap kampus, dan terutama rakyat Indonesia. Karena subsidi dari hasil keringat rakyat lah mereka bisa merasakan bangku kuliah. Seperti kita ketahui bersama, kuliah masihlah sesuatu hal yang wah dan elit dalam pandangan kebanyakan orang. 

            Mahasiswa penerima manfaat bidik misi selayaknya memahami hal ini. Dan mereka hendaknya juga membantu perwujudan tri darma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.  Ketiga hal itu bisa disalurkan dengan mengikuti kegiatan organisasi yang ada di universitas, baik yang tingkat universitas fakultas, jurusan maupun program studi. Bahkan, di UNS sendiri, ada komunitas yang bernama KOMADIKSI SMART, dimana mahasiswa penerima Bidik Misi berkumpul dan berorganisasi. 

            Diharapkan mahasiswa Bidik Misi bisa aktif di organisasi, apapun itu. Karena dampak signifikan akan dialami oleh si mahasiswa sendiri. Di organisasi tidak hanya belajar tentang teori tapi juga bagaimana menerjemahkan teori dan mempraktekkannya. Semisal, bagaimana menghandle forum, bagaimana menumbuhkan kemampuan public relation, bagaimana menyemangati anggota, bagaimana mengelola waktu yang efisien dan sebagainya. Tentu, diimbangi dengan mengutamakan kegiatan akademis dan menyelesaikan tugas dosen tepat pada waktunya. Karena, IPK masih menjadi tolok ukur kuantitatif terhadap kelangsungan beasiswa Bidik Misi.

            Saya meyakini bahwa organisasi apapun itu, yang sesuai dengan bakat dan minat mahasiswa pasti punya ketiga unsur tri darma perguruan tinggi. Pengabdian masyarakat bisa dengan dusun binaan ataupun bakti sosial. Pendidikan dengan pelatihan kepemimpinan bagi mahasiswa maupun FGD. Penelitian bisa dengan badan penelitian dan pengembangan (litbang) dan kajian wacana terbaru. 

            Keaktifan di organisasi dan keinginan untuk berprestasi tinggi hendaknya menjadi cambuk mahasiswa Bidik Misi. Mahasiswa bidik misi harus membuktikan bahwa mereka tidak kalah dibanding mahasiswa lain dan bisa menjadi mawar yang bisa mengharumkan nama Universitas Sebelas Maret.

            Yang terpenting sebenarnya adalah kesadaran mahasiswa. Mahasiswa terutama mahasiswa bidik misi yang sudah menikmati uang rakyat, hendaknya sadar diri, meminjam bahasa Ronggowarsito, eling lan waspodo. Eling yang artinya sadar dan selalu terjaga dengan keadaan. Waspodo adalah menyadari bahwa segala yang kita nikmati akan dimintai pertanggungjawaban. 
 
            Dan bagaimana membangun kesadaran mahasiswa? Ini tergantung dari pribadi dan lingkungan masing-masing mahasiswa. Tiap mahasiswa memiliki latar belakang yang mempengaruhi bagaimana kepribadian dan sikapnya memandang alam sekitarnya. Yang jelas, pelatuhan instan semisal ESQ yang hanya sekali saja, takkan mempengaruhi kehidupan mahasiswa dalam jangka waktu yang lama. Diperlukan kemauan masing-masing individu untuk peka terhadap lingkungan dan permasalahan. Dibutuhkan mahasiswa yang mau menjadi pembelajar dari alam. Mahasiswa yang tidak menutup mata dan telinga terhadap kejadian sosial di sekitarnya.

 Ditulis untuk Komadiksi SMART , komunitas mahasiswa bidik misi yang selalu berupaya mengadvokasi mahasiswa bidik misi supaya tidak lupa dengan amanah yang diembannya. uang Bidik Misi adalah uang rakyat, maka tak pada tempatnya jika disia-siakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial