Sabtu, 13 Mei 2017

Refleksi Menjelang Puasa Tahun 2016

Ternyata aku setahun yang lalu pernah sefrontal ini. Ditulis pada tanggal 27 Mei 2016, tersimpan di laptop, unpublish dan sekarang baru kuposting. Dulu aku pernah segila dan seblak-blak an ini. Ternyata dalam setahun aku bisa merubah pola pikir dari yang cenderung skeptis dan sekarang aku bisa berpendapat yang 180 derajat berbeda dari sebelumnya.

Berikut tulisanku setahun lalu, tanpa edit. Besok aku akan membuat refleksi tentang puasa dengan pengetahuanku yang sekarang.




Puasa, Lapar dan Kebiasaan

Beberapa hari yang lalu, hp saya ramai sekali. Banyak pesan masuk di grup wa tentang malam nisfu sya’ban. Orang-orang  meminta maaf atas kesalahan sebelum bulan Ramadhan datang. Euforia minta maaf sebelum malam nisfu sya’ban ini ada setelah saya punya hp. Pas zaman SMA sewaktu belum punya hp, saya dan lingkungan perkawanan biasa saja tanpa maaf-maafan sebelum ramadhan.

Tinggal menghitung jari, Bulan Ramadhan dimana kewajiban berpuasa bagi muslim akan segera tiba. Ada juga nih teman-teman yang sangat bersemangat nyetatus di media sosial Marhaban Ya Ramadhan. Iya, euforia nyetatus di sosial media. Senang sekali sepertinya.

Bagi saya yang suka makan namun tetap kurus (mungkin karena cacingan), sudah sangat biasa melihat orang nyetatus seperti itu. Tapi buat saya pribadi sebenarnya Bulan Ramadhan membuat saya cemas.

Yang saya  cemaskan adalah tentu saja tidak bisa makan dan minum dengan leluasa. Apalagi perut saya yang seperti perut karet, jam 8 pagi saja sudah krucuk-krucuk. Sungguh puasa sangat mencemaskan hati dan pikiran saya karena saya tidak bisa makan seharian.

Mbok ya orang-orang itu jujur saja kalau lapar itu mencemaskan.

Ya, kita tahu semua kalau hakikat puasa adalah untuk mengekang hawa nafsu. Mengekang bukan berarti menghilangkan. Jadi saya sangat suka sekali waktu magrib di bulan Ramadhan. Tenggelamnya matahari dan langit kemerahan di ufuk barat adalah favorit saya. karena tiba waktu berbuka dan saya bisa makan, tentu makan sepuasnya, bukan secukupnya.

Kadang saya mempertanyakan kegembiraan orang-orang menyambut bulan Ramadhan dan ibadah puasa di dalamnya. Benar-benar karena mereka suka berpuasa atau karena demi eksistensi status media sosial saja.

Karena apa?

Angka inflasi dan harga kebutuhan pokok yang naik setiap menjelang Ramadhan adalah koentji analisa. Naiknya harga bahan pokok adalah imbas dari permintaan konsumen yang tinggi.

Ini tidak bisa dipungkiri. Banyak rumah tangga yang sehari-hari makan lauk tahu tempe atau ikan asin, tapi saat bulan Ramadhan menambah menu dengan daging sapi, kolak, es buah, semangka dan lain sebagainya.

“Tak apalah boros dikit, kan puasa, kan siang enggak makan, nanti lemes kalau makannya enggak banyak dan bergizi”. Banyak nih ibu-ibu ataupun embak-embak anak kosan yang prinsipnya seperti ini.

Fenomena sosial media bulan puasa yang lalu juga menarik. Ada Raditya Dika yang posting foto cendol di akun twitternya. “Stop Liatin Foto Cendol” begitu tulisnya kala hari pertama bulan Ramadhan. Wooo, jadi trending topic gaes.

Belum lagi dengan iklan sirup, mie, shampoo, dan lain sebagainya. Sekarang saja yang belum masuk bulan Ramadhan, sudah banyak bertebaran. Ada yang menggunakan timing buka puasa. Ada juga iklan yang ujug-ujug sudah lebaran. Sungguh meriah sekali puasa kita.

Ibadah berpuasa adalah ibadah yang hanya Tuhan saja yang tahu pahalanya. Usahlah bermanis kata di sosial media. Karena kadang kita berpuasa tapi saat waktu berbuka tiba kita kalap makan apa saja di meja.

Teman-teman hambok plis. Jangan ngebak-ngebak i wall sosmed dengan postingan euforia macam itu. Puasa mbok ayo sekalian instropeksi diri. Bermanis-manis dengan Tuhan, beribadah tekun pada-Nya, tanpa digembor-gemborin di sosial media. Apalagi share menu buka puasa. Oh no please. Aku bisa iri.

Karena harusnya nih. Puasa mengajarkan kita bagaimana rasa jadi orang tidak berpunya, yang untuk makan saja susah tiada terkira. Tahu sedihnya orang yang lapar. Puasa mengajarkan kita kerja keras, karena waktu produktif bisa lebih panjang dari sebelumnya. Waktu bukan hanya untuk ngorok atau sosmed an saja.

Selamat menunggu tanda mulai berpuasa... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kelompok Sosial